BRAVO13.ID, Samarinda - Angin perubahan yang berembus kencang di Santiago Bernabéu membawa serta aroma perpisahan yang samar, terutama bagi veteran yang pernah menjadi tumpuan. David Alaba, bek internasional Austria yang sempat menjadi pilar kokoh pertahanan Real Madrid, kini menghadapi babak baru yang penuh ketidakpastian.
Di bawah rezim pelatih anyar, Xabi Alonso, yang menancapkan bendera regenerasi, posisi Alaba bak tergerus ombak muda yang datang tanpa henti.
Meskipun kontraknya masih terentang gagah hingga 2026, sinyal dari lantai manajemen Madrid terasa dingin. Tak ada lagi isyarat perpanjangan, tak ada jaminan peran signifikan. Sebaliknya, desas-desus yang lebih santer beredar adalah upaya klub untuk melepaskan sang bek berusia 33 tahun itu. Ini bukan sekadar keputusan teknis, melainkan langkah strategis demi membuka "ruang investasi" – sebuah kode halus untuk mendatangkan bek tengah generasi emas berikutnya pada musim panas mendatang.
Keputusan Madrid terasa logis, kejam, namun pragmatis. Mengingat fokus klub yang kini tertuju pada peremajaan skuad dan menjaga neraca keuangan agar tetap sehat, menjual Alaba pada jendela transfer Januari 2026 dianggap sebagai manuver yang masuk akal. Efisiensi gaji menjadi kata kunci, sebab Alaba, dengan profil besarnya, tentu membebani anggaran.
Bayang-Bayang Cedera dan Waktu yang Hilang
Lompatan karier Alaba dari Bayern Munchen ke Real Madrid pada 2021 sempat menciptakan chemistry yang kuat di lini belakang Los Blancos. Namun, malapetaka datang pada Desember 2023. Cedera Anterior Cruciate Ligament (ACL) yang mengerikan merenggutnya dari lapangan, menjerumuskannya ke dalam pusaran pemulihan yang panjang dan menyesakkan.
Musim lalu, ia hampir menjadi penonton abadi. Setelah kembali dari hiatus panjang itu, ritme permainannya belum jua kembali ke puncak yang pernah ia pijak. Faktanya, sepanjang musim ini, ia hanya sekali dipercaya turun sebagai starter, itupun dalam laga Liga Champions di markas Kairat Almaty, Kazakhstan. Kenyataan pahit pun terhampar: Alaba kini diperkirakan hanyalah bek tengah pilihan kelima, tergeser oleh ketangguhan Dean Huijsen, Antonio Rüdiger, Éder Militão, dan talenta lokal Raul Ascencio.
Upaya Madrid untuk merundingkan pemutusan kontrak lebih awal, demi meredakan beban gaji, menunjukkan betapa peliknya situasi ini. Namun, tingginya permintaan gaji Alaba, ditambah minimnya menit bermain akibat cedera, membuat upaya "pemasaran" sang pemain di bursa transfer berjalan layu.
Kompetisi Berdarah dan Panggilan Nostalgia
Di lini belakang Madrid, pertarungan memperebutkan starting eleven kini layaknya medan perang. Xabi Alonso, dengan visi masa depannya, telah mendatangkan dan mengorbitkan Huijsen, yang langsung dipercaya sejak laga pembuka LaLiga. Kembalinya Rüdiger dari ruang perawatan semakin mempersempit celah bagi Alaba. Peluang menit bermain reguler menipis hingga batas maksimal, membuat manajemen mulai melirik tawaran yang masuk dari klub lain.
Meskipun tawaran menggiurkan dari Timur Tengah selalu menjadi daya tarik finansial, pertanyaan besarnya tetap menggantung: apakah Alaba bersedia menanggalkan panggung sepak bola Eropa pada usia 33? Diyakini, hasratnya untuk bersaing di level tertinggi masih membara.
Namun, di tengah spekulasi yang memanas, muncul narasi yang jauh lebih emosional: kembali pulang. Bursa transfer musim panas 2025 disinyali akan menjadi panggung kembalinya Alaba ke Bundesliga, kompetisi yang membesarkan namanya hingga ia menjadi ikon global di Bayern Munchen.
Yang menarik, rumor terbaru tidak mengaitkannya dengan mantan istananya, Bayern, melainkan dengan Hoffenheim. Hoffenheim, bagi Alaba, adalah kenangan masa muda, tempat ia dipinjamkan pada 2010-2011 saat masih berusia 18 tahun. Kini, Hoffenheim dikabarkan merajut mimpi untuk membawa pulang sang veteran, tidak hanya sebagai mentor bagi generasi muda mereka, tetapi juga sebagai sosok ikonik yang membawa nilai sentimental mendalam bagi klub. (*)