BRAVO13.ID, Samarinda - Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI) memiliki tugas berat untuk mengidentifikasi pelaku kejahatan. Namun, ketika mereka meminta bantuan publik melalui media sosial, sebuah fenomena berbahaya justru muncul. Alih-alih mendapatkan petunjuk akurat, mereka justru dibanjiri oleh gambar-gambar palsu hasil rekayasa kecerdasan buatan (AI) yang berpotensi menyesatkan penyelidikan.
Pencarian Pelaku Berujung Kekacauan Digital
Pada sebuah hari yang sunyi, FBI mengunggah dua foto di platform X—sebuah harapan untuk mengidentifikasi pelaku penembakan terhadap aktivis sayap kanan, Charlie Kirk. Foto-foto itu buram dan penuh noise, namun mereka berharap mata jutaan warganet dapat menemukan secercah petunjuk. Harapan itu disambut, tetapi dengan cara yang tidak terduga.
Dalam hitungan jam, warganet merespons dengan cepat. Bukan dengan petunjuk, melainkan dengan hasil AI upscaling—teknologi yang menjanjikan untuk mengubah foto buram menjadi potret yang jernih. Unggahan asli FBI segera tenggelam di antara gambar-gambar yang sudah "ditingkatkan" resolusinya, seolah-olah detail yang hilang telah ditemukan kembali. Ada yang dihasilkan oleh bot AI Grok, ada pula yang dibuat menggunakan ChatGPT. Semuanya tampak meyakinkan, namun secara mendasar, itu semua adalah hasil "rekaan."
Ketika AI “Menebak” dan Bukan “Menganalisis”
Di balik kemilau teknologi AI upscaling, tersembunyi sebuah risiko besar. Teknologi ini tidak bekerja seperti adegan di film fiksi ilmiah, di mana kamera digital dapat memperbesar gambar hingga detail-detail terkecil terlihat jelas. Sebaliknya, seperti dilansir The Verge, alat-alat ini tidak benar-benar memulihkan detail asli. Mereka hanya mengisi kekosongan piksel dengan data baru berdasarkan pola yang telah dipelajari dari jutaan gambar lainnya.
Prosesnya lebih mirip berimajinasi daripada menganalisis. Ketika sebuah foto buram diunggah, AI akan "menebak" apa yang seharusnya ada di sana. Hasilnya sering kali tampak meyakinkan, bahkan sangat jelas, tetapi bisa jadi sepenuhnya salah. Sejarah telah mencatat beberapa insiden fatal akibat kesalahan ini. Contohnya, foto resolusi rendah mantan Presiden Barack Obama pernah "ditingkatkan" oleh AI menjadi potret seorang pria kulit putih. Dalam kasus lain, AI menambahkan benjolan di kepala mantan Presiden Donald Trump, yang sama sekali tidak ada di foto aslinya.
Banjir Gambar 'Nyeleneh' yang Mengancam Penyelidikan
Kini, warganet di X tanpa sadar mengulangi kesalahan serupa. Unggahan FBI diserbu oleh beragam versi gambar yang sudah ditingkatkan, menciptakan kekacauan visual. Sebuah hasil yang paling mencolok bahkan mengubah total kemeja yang dikenakan oleh orang tersebut. Wajahnya pun mengalami perubahan drastis, dari buram menjadi berwajah 'Gigachad' dengan dagu yang super runcing—sebuah karakter meme internet yang familiar.
Fenomena ini menjadi pengingat yang mengerikan bahwa dalam dunia digital, niat baik untuk membantu tidak selalu membawa hasil yang baik. Gambar-gambar hasil rekayasa AI—sekalipun terlihat meyakinkan—sama sekali tidak dapat dijadikan pegangan dalam proses identifikasi. Upaya FBI untuk menemukan petunjuk kini justru terancam oleh lautan informasi visual yang sepenuhnya salah dan menyesatkan. (*)