Bravo 13
Saham Boeing Anjlok Setelah Kecelakaan Dreamliner di IndiaSesaat setelah lepas landas, mimpi berubah jadi horor. Tragedi di Ahmedabad mengguncang Boeing dan Wall Street, memicu pertanyaan baru.
Oleh Puji Tri2025-06-13 20:03:00
Saham Boeing Anjlok Setelah Kecelakaan Dreamliner di India
Dampak Kecelakaan Air India: Saham Boeing Terpukul, Pasar AS Fluktuatif.

BRAVO13.ID, Samarinda - Musim panas 2025 seharusnya menjadi waktu yang tenang bagi pasar keuangan, namun pada hari Kamis, 12 Juni, ketenangan itu terusik oleh serangkaian peristiwa yang mengirimkan gelombang kejutan. Dari India yang jauh, kabar duka itu datang, menyeret raksasa dirgantara Boeing ke dalam pusaran ketidakpastian. Sementara itu, di Wall Street, para investor berjibaku dengan data ekonomi yang optimis sekaligus bayangan ancaman tarif yang membayangi.

Tragedi di Ahmedabad: Bayangan Gelap di Langit Boeing

Pagi hari Kamis dimulai dengan berita yang membekukan. Sebuah pesawat Boeing 787-8 Dreamliner milik Air India, yang membawa 242 jiwa, jatuh tak lama setelah lepas landas dari Ahmedabad, India, dalam perjalanan menuju London Gatwick. Di antara penumpangnya, 169 adalah warga negara India, 53 warga negara Inggris, satu warga negara Kanada, dan tujuh warga negara Portugis. Pesawat nahas itu menabrak area permukiman, mengubah mimpi perjalanan menjadi kenyataan yang pahit. Tim penyelamat segera diterjunkan ke lokasi, dan meskipun jumlah korban tewas masih simpang siur, Air India mengonfirmasi bahwa korban luka telah dilarikan ke rumah sakit terdekat.

Insiden ini sontak memicu alarm. Dreamliner, yang diperkenalkan pada tahun 2011, selama ini memiliki catatan keselamatan yang nyaris sempurna, tanpa insiden fatal sebelumnya. Kecelakaan ini tidak hanya menjadi noda pada rekor gemilang itu, tetapi juga memicu pertanyaan-pertanyaan baru tentang keselamatan pesawat yang krusial bagi industri penerbangan.

Dampak langsungnya terasa di bursa saham. Di sesi pra-pasar, saham Boeing anjlok tajam. Pada penutupan perdagangan Kamis, saham Boeing merosot 4,56% ke posisi USD 204,29, dengan kapitalisasi pasar menyusut menjadi USD 154,04 miliar. Angka ini jauh dari level tertinggi hari itu di USD 206,34. Kecelakaan tunggal ini telah mengguncang kepercayaan investor, memicu gelombang kekhawatiran yang meluas ke pemasok Boeing. Saham GE Aerospace terpangkas 4,4%, dan Spirit AeroSystems anjlok 4%, mencerminkan kecemasan pasar terhadap masa depan produksi dan pengiriman pesawat.

Boeing sendiri, dalam pernyataan resminya, mengakui insiden tersebut dan menyatakan sedang mengumpulkan lebih banyak informasi. Namun, kerusakan telah terjadi. Regulator penerbangan di India dan AS, dalam langkah paralel, bersiap meluncurkan investigasi menyeluruh. Bagi investor, ini berarti potensi penundaan jadwal pengiriman dan pengawasan yang lebih ketat dari otoritas global, yang pada akhirnya akan meningkatkan biaya kepatuhan dan membebani margin keuntungan. Di tengah kemacetan rantai pasokan yang sudah ada, penghentian sementara atau perbaikan Dreamliner akan menambah tekanan signifikan pada jalur pemulihan Boeing yang rapuh.

Wall Street yang Bervariasi: Antara Optimisme Teknologi dan Ancaman Tarif

Sementara kabar duka dari India mengguncang sektor penerbangan, di sisi lain dunia, Wall Street menunjukkan performa yang bervariasi. Sesi perdagangan Kamis di bursa saham Amerika Serikat dibuka dengan nuansa campuran.

Indeks S&P 500 berhasil menguat 0,2%, didorong oleh reli saham Oracle yang mencengangkan. Optimisme investor terhadap sektor teknologi kembali membara setelah Oracle melaporkan hasil fiskal kuartal keempat yang melampaui ekspektasi laba bersih dan laba kotor. CEO Safra Catz bahkan memberikan proyeksi yang berani, menyatakan bahwa berkat permintaan akan kecerdasan buatan (AI), pendapatan infrastruktur cloud akan melonjak lebih dari 70% pada tahun fiskal 2026, jauh di atas pertumbuhan 52% pada kuartal sebelumnya. Lonjakan saham Oracle ini sontak mengangkat saham-saham teknologi besar lainnya, menjadikan sektor ini motor penggerak S&P 500 pada hari itu.

Namun, tidak semua indeks merasakan euforia yang sama. Indeks Nasdaq hanya bertambah 0,2%, sementara indeks Dow Jones justru melemah 0,1%. Pergerakan yang bervariasi ini mencerminkan kompleksitas sentimen pasar.

Investor juga mencermati data ekonomi terbaru yang mengindikasikan ekonomi AS yang solid. Indeks harga produsen (PPI) Mei, yang mengukur harga permintaan akhir, hanya naik 0,1% setelah turun 0,2% pada bulan April. Angka ini lebih rendah dari perkiraan ekonom yang disurvei Dow Jones, yang memproyeksikan kenaikan 0,2%. Laporan inflasi yang lebih jinak ini membuat imbal hasil obligasi sedikit mereda, memberikan sedikit kelegaan bagi pasar.

Namun, di balik optimisme teknologi dan data ekonomi yang solid, bayangan ancaman tarif unilateral dari Presiden AS Donald Trump masih menghantui. Wall Street dengan cemas menanti perkembangan lebih lanjut mengenai kebijakan perdagangan, terutama antara AS dan China. Pembicaraan antara kedua negara telah menjadi titik fokus minggu ini, dan setiap pernyataan dari Gedung Putih diawasi dengan ketat.

Pada hari Rabu, Trump menyatakan kesediaannya untuk memperpanjang batas waktu 8 Juli untuk menyelesaikan pembicaraan perdagangan, sebelum pungutan AS yang lebih tinggi berlaku. Namun, ia juga menambahkan bahwa perpanjangan tersebut mungkin tidak diperlukan. "Saya akan melakukannya, tetapi saya tidak berpikir kita akan memiliki kebutuhan itu. Kami membuat kesepakatan besar dengan China," kata Trump kepada wartawan, memancarkan kepercayaan diri yang khas. Ia juga menyebutkan negosiasi dengan Jepang dan Korea Selatan, serta rencana untuk mengirimkan surat kepada berbagai negara dalam waktu dekat untuk menginformasikan "kesepakatan" yang sedang berlangsung.

Dengan demikian, pasar keuangan pada hari Kamis, 12 Juni 2025, menjadi arena di mana tragedi penerbangan menekan satu sektor, sementara optimisme teknologi dan data ekonomi bersaing dengan bayangan ketidakpastian perdagangan global. Kisah ini adalah pengingat betapa rentannya pasar terhadap peristiwa tak terduga dan bagaimana setiap berita, dari sudut mana pun di dunia, dapat memicu gelombang yang melintasi benua. (*)

Dapatkan informasi dan insight pilihan bravo13.id

Berita Terkait
Tag Terkait