BRAVO13.ID, Samarinda - Ketegangan antara dua raksasa ekonomi dunia, Amerika Serikat dan China, yang selama ini membayangi pertumbuhan global, kini mulai mereda. Perkembangan ini dinilai menjadi katalis positif bagi pasar keuangan global, termasuk bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan berbagai sektor saham di Indonesia.
Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta, melihat bahwa membaiknya sentimen global akan membuka peluang pemulihan ekonomi yang lebih luas. Ia menyebut tensi dagang yang selama ini menjadi penghambat kini tak lagi sekuat dulu, memberi ruang bagi lembaga-lembaga internasional seperti IMF untuk merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia ke arah yang lebih optimistis.
"Semestinya ini menjadi katalis positif untuk market ke depannya," ujar Nafan saat dihubungi pada Selasa (13/5/2025). Ia menambahkan bahwa berkurangnya konflik dagang menjadi faktor penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi global.
Sebelumnya, IMF sempat menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia dalam laporan April 2025. Namun, dengan membaiknya hubungan dagang AS-China, bukan tak mungkin proyeksi tersebut akan direvisi naik. Selain itu, potensi penurunan suku bunga acuan oleh The Fed turut menambah sentimen positif bagi likuiditas pasar global.
Dampak Langsung ke IHSG dan Sektor Saham
Bagi pasar domestik, dampak positif ini diyakini akan terasa langsung. Nafan menyebut bahwa peningkatan likuiditas, baik secara global maupun lokal, berpotensi mendorong penguatan IHSG secara menyeluruh. Apalagi jika disertai sentimen positif terhadap fundamental emiten.
"Biasanya kalau terjadi peningkatan likuiditas di global dan domestik, ini mendorong penguatan IHSG. Euforia ini biasanya juga didukung oleh berbagai sektor," jelasnya.
Dalam situasi semacam ini, lanjut Nafan, seluruh 11 sektor di IDX cenderung mengalami kenaikan rata-rata, terutama pada emiten yang mencatatkan kinerja keuangan solid dan memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Hal ini dinilai mampu meningkatkan kapitalisasi pasar dan memperkuat daya tarik emiten di mata investor.
Hal senada disampaikan VP Marketing, Strategy & Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi. Ia menyebut bahwa saham-saham dari sektor perbankan, energi, dan barang baku akan menjadi yang paling diuntungkan.
"China dan AS adalah konsumen energi global terbesar. Jadi de-eskalasi ini akan memicu spekulasi pasar terhadap pemulihan konsumsi global," ujar Oktavianus. Namun ia juga mengingatkan bahwa kesepakatan dagang ini masih dalam tahap awal dan belum sepenuhnya pasti. Risiko kegagalan kesepakatan masih harus diantisipasi.
Kesepakatan Dagang Awal, Harapan Besar
Langkah diplomasi terbaru datang setelah Gedung Putih mengumumkan adanya kesepakatan dengan pemerintah China, meski tanpa rincian konkret. Kesepakatan ini lahir dari perundingan intensif selama akhir pekan antara pejabat pemerintahan Presiden AS Donald Trump dan rekan-rekannya dari Beijing.
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyebut pertemuan dagang yang berlangsung di Jenewa sebagai perundingan yang produktif. Ia bersama Perwakilan Dagang AS, Jamieson Greer, bahkan sempat berbicara langsung dengan Presiden Trump untuk melaporkan hasil diskusi tersebut.
Greer mengungkap bahwa meskipun detailnya belum bisa dipublikasikan, semacam kesepakatan telah tercapai dan diskusi berlangsung sangat konstruktif.
“Penting untuk memahami seberapa cepat kami mencapai kesepakatan, yang menunjukkan bahwa mungkin perbedaannya tidak sebesar yang diperkirakan,” kata Greer optimistis.
Di pihak China, Wakil Perdana Menteri He Lifeng juga menyatakan hal serupa. Ia menyebut bahwa pertemuan tersebut telah menghasilkan kemajuan substansial dan konsensus penting antara kedua negara.
“Dua pihak sepakat membentuk mekanisme konsultasi mengenai isu perdagangan dan ekonomi,” ungkapnya.
Sementara itu, Perwakilan Perdagangan Internasional China, Li Chenggang, mengisyaratkan bahwa pernyataan resmi terkait hasil negosiasi akan segera dirilis. "Kalau masakannya enak, waktunya bukan masalah," ujarnya sambil tersenyum. “Kapan pun dirilis, ini akan jadi kabar baik. Bagi dunia.”
Dengan iklim global yang mulai mencair, pelaku pasar kini menanti sejauh mana kesepakatan ini dapat bertahan dan benar-benar membawa pemulihan jangka panjang—baik untuk ekonomi global, maupun arah pasar domestik ke depan. (*)