BRAVO13.ID, Samarinda - Google, raksasa teknologi asal Amerika Serikat, kini menghadapi gugatan class action yang diajukan oleh akademisi hukum persaingan usaha, Or Brook, di Pengadilan Banding Persaingan Usaha Inggris. Tuntutan ini mengklaim kerugian sebesar 5 miliar Euro atau setara dengan Rp97,2 triliun. Gugatan tersebut menuduh Google telah menyalahgunakan dominasi mereka di pasar iklan pencarian online untuk memperkuat posisinya dan meningkatkan harga iklan.
Gugatan ini diajukan oleh Brook dengan representasi dari firma hukum Geradin Partners, mencakup ratusan ribu organisasi yang berbasis di Inggris dan menggunakan layanan iklan pencarian Google sejak 1 Januari 2011. Brook menyatakan, "Sekarang ini, bisnis kecil dan besar di Inggris hampir tak punya pilihan lain selain menggunakan Google untuk mengiklankan produk dan layanan mereka."
Brook menambahkan bahwa regulator di berbagai negara menggambarkan perilaku Google sebagai monopoli yang mengamankan posisi mereka di halaman teratas hasil pencarian. Ini dianggap sebagai strategi yang memungkinkan Google mengenakan biaya berlebihan kepada pengiklan yang bergantung pada visibilitas halaman tersebut.
Penyelidikan sebelumnya oleh Competition and Markets Authority (CMA) Inggris menunjukkan bahwa Google menguasai 90 persen pasar iklan pencarian. Beberapa praktik yang diajukan dalam gugatan ini termasuk perjanjian eksklusif dengan produsen smartphone untuk menyematkan aplikasi Chrome dan Google Search sebagai aplikasi bawaan, serta pembayaran yang dilakukan Google kepada Apple untuk menjaga posisi mereka sebagai mesin pencari default di Safari.
Selain itu, alat iklan Google seperti Search Ads 360 dianggap memberikan performa yang lebih baik bila digunakan dengan layanan Google, dibandingkan dengan pesaing. Hal ini semakin memperburuk persaingan di pasar, menurut gugatan tersebut.
Menanggapi tuduhan ini, Google membantah dengan keras. Mereka menggambarkan gugatan ini sebagai "kasus spekulatif dan oportunistik." Juru bicara perusahaan menegaskan bahwa pengguna—baik pengiklan maupun konsumen—memilih Google karena layanan yang ditawarkan, bukan karena kurangnya alternatif.
Gugatan ini menambah panjang daftar tantangan hukum yang dihadapi perusahaan-perusahaan teknologi besar. Google sendiri tengah berjuang melawan denda 4,3 miliar Euro dari Uni Eropa terkait praktik antipersaingan di Android, sementara di AS, Meta dan Microsoft juga terlibat dalam kasus antimonopoli yang besar.
Dengan gugatan ini, pertanyaan besar kini menggantung: akankah dominasi Google di pasar iklan digital akhirnya tergerus oleh gugatan hukum yang semakin mendalam? (*)