BRAVO13.ID, Samarinda - Di tengah ketegangan dagang yang dipicu oleh kebijakan tarif impor tinggi dari Amerika Serikat, Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) menyatakan dukungannya terhadap langkah pemerintah dalam menghadapi ancaman tersebut. Dalam sarasehan ekonomi bersama Presiden Prabowo Subianto, HKTI menekankan pentingnya perlindungan terhadap petani dan pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) di sektor pangan yang berpotensi terdampak langsung.
“Kami mendukung langkah pemerintah menghadapi kebijakan tarif Amerika Serikat. Fokus utama kami adalah menjaga ketahanan ekonomi petani dan UKM pangan,” ujar Ketua Umum DPN HKTI Fadli Zon, Kamis (10/4/2025).
Fadli menegaskan bahwa HKTI mendorong penguatan diplomasi perdagangan internasional sebagai strategi utama. Menurutnya, prinsip trade for development harus dijadikan landasan agar kebijakan ekspor dan impor tetap berpihak pada kesejahteraan petani.
Tak hanya itu, HKTI juga menaruh perhatian besar pada percepatan program makan bergizi gratis dan penyaluran bantuan sosial. DPN HKTI menilai kedua program tersebut tak hanya berdampak langsung pada peningkatan daya beli masyarakat, namun juga mampu memacu produktivitas pertanian nasional.
Guna mendukung ketahanan pangan berkelanjutan, HKTI mendorong implementasi sistem intercropping di lahan perkebunan serta praktik regenerative agriculture di lahan-lahan kritis. Pendekatan ini dinilai mampu menjaga kualitas tanah sekaligus meningkatkan hasil panen secara jangka panjang.
Dalam policy brief yang disampaikan ke pemerintah, delegasi DPN HKTI yang terdiri dari Dr. Delima Azahari, Ir. Iriana Muadz, Drs. Manimbang Kahariady, Ir. Mulyono Machmur, MS., dan Dra. Anita Ariyani juga mengusulkan stimulus fiskal dan nonfiskal sebagai langkah konkret untuk memperkuat sektor riil.
HKTI juga mendorong pengembangan hilirisasi berbasis koperasi petani, dengan memberikan akses permodalan untuk membangun pabrik-pabrik kecil seperti PKS mini, pabrik minyak goreng, dan biodiesel. “Hilirisasi CPO, karet, dan kopi harus dikelola oleh koperasi petani agar nilai tambah tidak hanya dinikmati industri besar,” ujar perwakilan HKTI.
Tak kalah penting, HKTI meminta agar dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP), termasuk dana dari bea keluar dan pajak ekspor, benar-benar dialokasikan untuk peningkatan produktivitas petani.
Terkait kebijakan tarif Presiden Donald Trump yang menyasar sejumlah komoditas unggulan Indonesia, seperti CPO, karet, dan kopi, HKTI menyarankan agar Indonesia memberlakukan tarif resiprokal terhadap produk-produk impor dari Amerika Serikat, seperti kedelai, gandum, dan jagung. Alternatif lainnya adalah dengan membuka keran impor hanya jika AS bersedia menghapus tarif ekspor terhadap produk Indonesia.
“Indonesia harus memanfaatkan peluang agar petani menjadi basis produksi ekspor. Tapi jangan hanya menjadi pelampiasan pasar,” tegas Fadli Zon.
Pasar ASEAN dan kawasan Pasifik dinilai HKTI sebagai pasar strategis yang harus dikembangkan guna mengurangi ketergantungan terhadap pasar AS. Diplomasi perdagangan yang adil dan berorientasi pembangunan menjadi kunci.
Sementara itu, respons terhadap kebijakan proteksionis AS juga datang dari Eropa. Komisi Eropa mengumumkan serangkaian tindakan balasan terhadap tarif logam yang diberlakukan Trump. Bea masuk terhadap barang-barang dari AS akan mulai dipungut secara bertahap mulai 15 April dan dilanjutkan pada 15 Mei mendatang.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyatakan, Uni Eropa tetap membuka pintu negosiasi, namun siap mengambil langkah tegas jika tidak ada hasil yang seimbang. Menurut Komisaris Perdagangan Maros Sefcovic, tarif baru AS berdampak pada ekspor senilai 380 miliar euro—setara 70% dari total ekspor UE ke AS.
Dengan meningkatnya ketegangan perdagangan global, seruan HKTI menjadi pengingat bahwa petani dan pelaku usaha kecil tak boleh dikorbankan dalam tarik ulur kepentingan internasional. Justru merekalah yang perlu dilibatkan sebagai ujung tombak dalam membangun kedaulatan ekonomi nasional. (*)