BRAVO13.ID, Samarinda - Gaza masih terperangkap dalam kepedihan, dengan ribuan keluarga kehilangan tempat tinggal, infrastruktur hancur, dan suplai kebutuhan dasar yang semakin menipis. Di tengah situasi ini, secercah harapan muncul setelah Israel menyetujui usulan Amerika Serikat untuk memperpanjang gencatan senjata selama bulan suci Ramadan dan perayaan Paskah Yahudi.
Keputusan ini diumumkan oleh kantor Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang mengonfirmasi bahwa mereka menerima proposal dari utusan Presiden AS, Steve Witkoff. "Israel menyetujui rencana utusan Presiden AS Steve Witkoff untuk gencatan senjata sementara selama bulan Ramadan yang berakhir pada akhir Maret dan Pesach, perayaan Paskah Yahudi selama delapan hari di pertengahan April," bunyi pernyataan resmi tersebut.
Gencatan senjata yang awalnya mulai berlaku pada 19 Januari telah berakhir pada Sabtu lalu. Awalnya, kesepakatan ini bertujuan untuk memastikan pembebasan para sandera yang masih ditahan di Gaza dan membuka jalan bagi penghentian perang secara permanen. Namun, negosiasi antara Israel dan Hamas mengalami kebuntuan.
Menurut kantor Netanyahu, Witkoff mengajukan perpanjangan ini sebagai langkah sementara setelah menyimpulkan bahwa kedua belah pihak belum mencapai kesepakatan mengenai gencatan senjata permanen. Selama lebih dari 15 bulan terakhir, perang telah menewaskan lebih dari 1.200 orang di Israel akibat serangan Hamas pada 2023, sementara sekitar 250 orang diculik dan dibawa ke Gaza.
Berdasarkan usulan Witkoff, pada hari pertama perpanjangan gencatan senjata, separuh dari sandera yang masih berada di Gaza—baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal—akan dibebaskan. Sisanya baru akan dilepaskan setelah kesepakatan gencatan senjata permanen tercapai.
Namun, di tengah harapan atas perpanjangan ini, juru bicara Hamas, Hazem Qassem, menyatakan penolakan terhadap formulasi Israel terkait perpanjangan fase pertama gencatan senjata. Meski demikian, ia tidak secara eksplisit menolak proposal Witkoff.
Netanyahu menegaskan bahwa Israel akan segera melakukan negosiasi jika Hamas menyetujui rencana ini. "Sesuai perjanjian, Israel dapat kembali melanjutkan pertempuran setelah hari ke-42 jika merasa negosiasi tidak membuahkan hasil," tambahnya, sambil menuding Hamas telah melanggar kesepakatan yang ada.
Ketidaksepakatan ini semakin memperumit upaya diplomasi yang sedang berlangsung. Sumber Palestina yang terlibat dalam negosiasi mengatakan kepada Reuters bahwa Israel menolak memasuki fase kedua perjanjian atau memulai negosiasi baru. Sebaliknya, Israel hanya menginginkan perpanjangan fase pertama dengan syarat bahwa Hamas menyerahkan sejumlah sandera yang masih hidup atau jenazah mereka setiap minggu sebagai imbalan.
Hamas bersikukuh bahwa Israel harus mematuhi kesepakatan awal dan masuk ke fase kedua yang telah disepakati sebelumnya. Pada Sabtu lalu, sayap bersenjata Hamas bahkan merilis video yang menunjukkan para sandera Israel yang masih berada di Gaza, menegaskan bahwa pembebasan mereka hanya dapat terjadi melalui kesepakatan pertukaran tahanan, sebagaimana diatur dalam gencatan senjata yang dimulai pada 19 Januari.
Negosiasi mengenai gencatan senjata terus berlanjut, termasuk dalam pertemuan terbaru di Kairo, tetapi hingga kini kesepakatan final masih belum tercapai. Sementara itu, warga Gaza dan Israel terus menunggu dalam ketidakpastian—antara harapan akan perdamaian dan kecemasan akan perang yang bisa kembali meletus kapan saja. (*)