Bravo 13
RUU Perampasan Aset Menggantung, Komisi III DPR Siap Bahas Usai Tuntaskan Regulasi KUHP BaruIa adalah senjata pamungkas pemberantasan korupsi, yang telah menanti selama hampir dua dekade. Kini, RUU Perampasan Aset kembali dihadapkan pada antrean agenda hukum DPR.
Oleh Bobby Lolowang2025-11-20 04:52:00
RUU Perampasan Aset Menggantung, Komisi III DPR Siap Bahas Usai Tuntaskan Regulasi KUHP Baru
Setelah KUHAP, Nasib RUU Perampasan Aset di Tangan Komisi III, Menkum: Tunggu Aturan Turunan.

BRAVO13.ID, Samarinda - Setelah ketukan palu meresmikan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) menjadi undang-undang, hajat besar legislasi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bukannya mereda. Justru, momentum pengesahan itu membuka babak baru bagi serangkaian pekerjaan rumah yang menanti, terutama di Komisi III DPR yang membidangi hukum.

Di tengah hiruk-pikuk lobi dan agenda di Kompleks Parlemen Senayan pada Rabu (19/11/2025), Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, memberikan sinyal kuat mengenai salah satu pembahasan yang paling ditunggu publik: RUU Perampasan Aset.

Politikus Partai Gerindra ini mengakui bahwa RUU krusial yang digadang-gadang sebagai senjata pamungkas pemberantasan korupsi itu kemungkinan besar akan jatuh ke meja Komisi III.

"Kemungkinan besar Komisi III ya, tapi kita enggak tahu. Yang jelas, kalau Komisi III ditugaskan, kita siap," ujar Habiburokhman, menyiratkan kesiapan, namun sekaligus mengakui ketidakpastian politik yang sering menyelimuti nasib RUU penting.

Prioritas Mendesak: Mengawal Transisi KUHP

Namun, sinyal untuk RUU Perampasan Aset itu harus antre di balik agenda yang lebih mendesak. Menurut Habiburokhman, prioritas terdekat Komisi III adalah menyiapkan landasan hukum untuk mengawal transisi menuju Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru.

"Undang-Undang Penyesuaian Pidana yang merupakan turunan, tindaklanjut dari KUHP. Jadi sebelum pemberlakuan KUHP itu harus ada Undang-Undang Penyesuaian Pidana," jelasnya.

Pernyataan ini sejalan dengan kekhawatiran yang sebelumnya disampaikan oleh Menteri Hukum (Menkum), Supratman Andi Agtas. Sehari sebelumnya, Supratman mengungkapkan bahwa nasib RUU Perampasan Aset memang harus menunggu rampungnya aturan turunan dari KUHAP yang baru disahkan.

Di hadapan parlemen, Supratman menekankan adanya kebutuhan mendesak untuk menerbitkan belasan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan pelaksanaan KUHAP, dengan tiga di antaranya bersifat mutlak dan harus dikebut demi mengejar tenggat pemberlakuan pada 2 Januari. Selain itu, ia juga menunjuk pada urgensi RUU tentang Penyesuaian Pidana.

"Mudah-mudahan di akhir masa persidangan, undang-undang penyesuaian pidana itu sudah bisa diketok juga," harap Supratman.

Reformasi Tiga Pilar Hukum

Di sela-sela pembahasan regulasi turunan, Komisi III DPR juga mengklaim akan tetap fokus pada reformasi institusi penegak hukum. Habiburokhman menyebut adanya agenda Panitia Kerja (Panja) Percepatan Reformasi yang akan menyentuh tiga pilar utama: Polri, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung.

"Dua hari agenda terkait Panja Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan. Sisanya, kemungkinan kita maksimalkan untuk Penyesuaian Pidana. Setelah itu baru kita bisa maksimalkan undang-undang yang lainnya," pungkasnya, memetakan secara gamblang jadwal padat yang telah menanti.

Perjalanan Panjang yang Terus Tertunda

Di tengah hirarki agenda legislasi yang padat ini, RUU Perampasan Aset kembali dihadapkan pada ketidakpastian, mengulang sebuah kisah yang telah berlangsung hampir dua dekade.

RUU ini, yang diharapkan dapat merampas aset hasil kejahatan tanpa harus menunggu vonis pidana terhadap pelakunya (sebagaimana tercantum dalam Pasal 2), pertama kali diajukan pada tahun 2008 oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sejak inisiasi tersebut, RUU ini telah melalui jalan berliku: revisi draf, penyusunan naskah akademik, hingga berkali-kali masuk dan keluar dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas.

Dinamika paling dramatis terjadi pada 2021, ketika Badan Legislasi (Baleg) DPR menghapusnya dari Prolegnas, seolah-olah mengubur harapan. Harapan itu kembali muncul pada 2023 setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengirimkan surat mendesak pembahasan RUU ini. Namun, hingga akhir tahun, palu pengesahan tak kunjung berbunyi. Puncaknya, pada 6 Februari 2024, DPR menutup masa sidang tanpa menyentuh RUU ini sama sekali. Dan yang terbaru, pada 18 November 2024, RUU yang dinanti-nanti sebagai kunci melawan korupsi ini hilang lagi dari daftar usulan Prolegnas DPR.

Di balik janji kesiapan Komisi III dan urgensi transisi hukum, nasib RUU Perampasan Aset tetap menjadi potret rumitnya proses legislasi di Indonesia, sebuah undang-undang penting yang terus-menerus terhadang di pintu gerbang parlemen. (*)

Dapatkan informasi dan insight pilihan bravo13.id

Berita Terkait
Tag Terkait