BRAVO13.ID, Samarinda - Udara di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta terasa sejuk sore itu, selaras dengan kabar yang dibawa oleh Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PUPR), Maruarar Sirait, setelah bertemu empat mata dengan Presiden Prabowo Subianto. Laporan yang disampaikan Maruarar bukan sekadar rutinitas birokrasi, melainkan penegasan komitmen negara untuk mengawal mimpi paling mendasar rakyat kecil: memiliki rumah layak huni.
Maruarar membuka laporannya dengan angka realisasi yang menunjukkan kinerja agresif kementeriannya. "Yang pertama, kami laporkan bahwa serapan anggaran di tempat kami sampai hari ini sudah 70 persen," kata Maruarar usai pertemuan. Angka serapan ini menunjukkan bahwa program-program prioritas telah berjalan efektif, langsung menyentuh basis Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Bunga 5 Persen dan Pintu Bebas Biaya
Inti dari keberpihakan tersebut terletak pada kebijakan keuangan dan perizinan. Maruarar memastikan bahwa di tengah volatilitas ekonomi global, bunga rumah subsidi tetap dijaga pada tingkat 5 persen. Angka ini adalah kunci agar cicilan bulanan tetap stabil dan terjangkau bagi para penerima manfaat.
Lebih lanjut, pemerintah telah mewujudkan arahan Presiden Prabowo untuk program pro-rakyat dengan memangkas beban biaya di awal kepemilikan. Dua pungutan penting kini dihapuskan:
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) bagi MBR dibebaskan.
Izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)—yang sebelumnya dikenal sebagai IMB—juga digratiskan.
"Kemudian, juga PBG-nya... itu juga sudah gratis, itu berjalan, dan dimonitor, dibantu oleh Bapak Mendagri. Jadi para Bupati, Wali Kota juga menjalankan itu, dan sudah dijalankan itu," jelas Maruarar, menyoroti sinergi antarlembaga untuk memastikan kebijakan ini terlaksana hingga ke daerah. Penghapusan biaya ini secara efektif merobohkan tembok birokrasi dan finansial yang selama ini menjadi penghalang utama MBR.
Target Renovasi Melonjak Nyaris Sepuluh Kali Lipat
Keberhasilan juga tercermin pada angka penyaluran fisik. Rumah subsidi untuk MBR telah mencapai 205.000 unit dari kuota 350.000, menandakan tingginya minat dan percepatan penyaluran.
Namun, fokus tidak hanya pada pembangunan rumah baru, tetapi juga pada jutaan rumah yang sudah ada namun tidak layak huni. Maruarar menyebut data krusial: "Rakyat kita yang punya rumah, tapi tidak layak huni, ada 26,9 juta rumah."
Untuk mengatasi ironi ini, program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) diperkuat. Tahun ini, negara membantu merenovasi 45.000 rumah. Yang paling mencolok adalah komitmen Presiden untuk tahun fiskal berikutnya.
"Tahun depan, Bapak Presiden meningkatkan besar sekali, dari 45 ribu tahun ini, tahun depan menjadi 400 ribu," sambung Maruarar. Kenaikan drastis ini menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah menjadikan peningkatan kualitas hunian rakyat sebagai prioritas utama.
Laporan Menteri PUPR ini menegaskan bahwa komitmen negara tidak hanya terbatas pada angka di neraca, tetapi terwujud dalam pembebasan biaya, stabilisasi bunga, dan peningkatan target renovasi—langkah konkret menuju terwujudnya hunian layak dan terjangkau bagi seluruh rakyat Indonesia. (*)

