Bravo 13
MK Perintahkan Bentuk Lembaga Pengawas ASN Independen, DPR: Akan Masuk Revisi UUKeputusan Mahkamah Konstitusi ibarat kompas yang menuntun DPR RI. Lembaga pengawas ASN independen segera hadir, mengubah total peta reformasi birokrasi.
Oleh Handoko2025-10-18 04:52:00
MK Perintahkan Bentuk Lembaga Pengawas ASN Independen, DPR: Akan Masuk Revisi UU
Komisi II DPR Sikapi Putusan MK: Pengawasan ASN Harus Independen dan Otonom.

BRAVO13.ID, Samarinda - Lonceng reformasi pengawasan Aparatur Sipil Negara (ASN) kembali berdentang kencang. Kali ini, gaungnya datang dari Mahkamah Konstitusi (MK) yang baru saja menelurkan putusan monumental: perintah tegas untuk membentuk lembaga independen yang khusus mengawasi sistem merit dan perilaku para abdi negara. Putusan bernomor 121/PUU-XXII/2024 ini laksana kompas yang menunjuk arah baru bagi profesionalitas birokrasi Indonesia.

Di tengah hiruk-pikuk pembahasan revisi Undang-Undang ASN, putusan ini langsung disambut sebagai amunisi penting oleh Komisi II DPR RI. M. Rifqinizamy Karsayuda, Ketua Komisi II, dengan sigap menyatakan penghormatan dan komitmennya. "Tentu Komisi II DPR RI menghormati putusan MK. Hal ini akan menjadi salah satu masukan krusial dalam revisi UU ASN yang sudah teragendakan dalam prolegnas prioritas," ujar Rifqi di Jakarta, Jumat (17/10/2025), sehari setelah palu MK diketuk.

Mendudukkan Kembali Independensi Pengawasan

Keputusan MK ini seolah menampar keras alur kebijakan sebelumnya yang menghapus Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Sejak KASN dibubarkan, fungsi pengawasan dan pembinaan sistem merit sejatinya diserahkan kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN). Namun, bagi para penguji materi—seperti Perludem, Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah, dan ICW—ini adalah langkah mundur. Mereka menilai penyerahan kewenangan kepada BKN dan Kementerian PANRB menciptakan tumpang tindih peran dan benturan kepentingan, terutama karena kedua lembaga itu juga berstatus sebagai pelaksana kebijakan.

Dalam pertimbangan hukumnya yang mendalam, Mahkamah tak segan-segan menyingkap borok lama: kerentanan ASN terhadap intervensi politik dan kepentingan pribadi. Sejarah mencatat, ASN kerap menjadi "bola panas" politik, apalagi menjelang Pemilu maupun Pilkada. Untuk mengeliminasi risiko ini, MK menegaskan bahwa desain sistem kepegawaian membutuhkan pemisahan fungsi yang jelas antara pembuat, pelaksana, dan pengawas kebijakan.

Rifqi menyambut baik pandangan ini. Ia sependapat bahwa setelah penantian panjang, kini saatnya mengikhtiarkan hadirnya satu lembaga baru yang bertugas secara otonom. Tugasnya tak main-main: memastikan seluruh proses kepegawaian—mulai dari pengangkatan, mutasi, rotasi, demosi, promosi, sampai pemberhentian—dapat berjalan dengan baik dan bersih dari intervensi. Ini adalah langkah vital untuk menjaga kemandirian karier ASN.

Dua Pilar Utama dalam Kajian Revisi UU ASN

Keputusan MK yang memberikan tenggat waktu dua tahun untuk membentuk lembaga independen tersebut kini menjadi cambuk bagi Komisi II. Rifqi mengungkapkan, saat ini Komisi II bersama Badan Keahlian DPR RI tengah intensif melakukan kajian mendalam untuk revisi UU ASN, berfokus pada dua pilar utama yang sangat relevan dengan semangat putusan MK:

Pemerataan Sistem Meritokrasi: Menghilangkan jurang pemisah dalam penerapan sistem merit antara ASN di tingkat pusat dengan daerah, serta antara daerah satu dengan yang lain. "Tidak boleh lagi ada kejomplangan ASN," tegas Rifqi.

Kesetaraan Kesempatan Berkarir: Menjamin setiap ASN, tanpa memandang lokasi penugasannya, memiliki kesempatan yang sama untuk menduduki jabatan strategis di kementerian, lembaga, maupun pemerintah daerah.

Komitmen Komisi II jelas, yaitu memastikan niat baik untuk menjaga profesionalitas ASN sejalan dengan kehendak putusan MK. Tujuannya satu: mencegah politisasi birokrasi.

Putusan MK ini telah menyatakan Pasal 26 ayat (2) huruf d UU ASN bertentangan secara bersyarat dengan UUD 1945, jika tidak dimaknai sebagai pengawasan yang dilakukan oleh lembaga independen. Ketua MK Suhartoyo, saat membacakan amar putusan, menegaskan bahwa lembaga independen dimaksud harus dibentuk dalam waktu paling lama dua tahun.

Maka, kini bola panas ada di tangan DPR dan Pemerintah. Putusan MK ini bukan sekadar keputusan hukum, melainkan mandat sejarah untuk membersihkan birokrasi dan melindungi ASN dari kepentingan politik sesaat. Indonesia menanti lahirnya sebuah lembaga yang benar-benar otonom dan berintegritas. (*)

Dapatkan informasi dan insight pilihan bravo13.id

Berita Terkait
Tag Terkait