BRAVO13.ID, Tenggarong - Di tepian Kecamatan Samboja, bekas roda alat berat masih tampak di permukaan tanah yang mengering. Sebagian batang pisang yang tersisa berdiri tanpa daun, menandai kebun yang dulu hijau dan produktif. Kini, puluhan keluarga petani kehilangan lahan yang selama hampir satu dekade menjadi sumber penghidupan mereka.
Warga dari Kelurahan Handil Baru dan Sanipah, yang tergabung dalam Kelompok Tani Pondok Mano, mengaku terdampak aktivitas tambang batu bara milik PT Mitra Indah Lestari (PT MIL). Lahan seluas lebih dari delapan hektare yang mereka garap sejak 2016 kini rusak dan tak lagi bisa ditanami. Sebanyak 54 kepala keluarga menggantungkan hidup pada kebun itu untuk menanam pisang, sawit, singkong, serta berbagai tanaman pangan lainnya.
“Kami sudah bertani di situ sejak 2016. Tapi pada 10 November 2023, perusahaan masuk dan merusak kebun kami,” ujar Sugianis, anggota kelompok tani, Senin (13/10/2025), kepada wartawan. Ia mengaku kehilangan sumber pendapatan utama sejak kebunnya tak lagi bisa digarap. “Dulu saya bisa jual dua sampai tiga tandan pisang tiap minggu untuk makan. Sekarang semua hilang,” tambahnya.
Dalam forum yang sama, Joni, perwakilan petani Handil Baru, menyampaikan bahwa sebagian warga menolak kesepakatan kompensasi yang diajukan perusahaan karena dianggap tidak mencerminkan kerugian nyata di lapangan. “Beberapa warga memang menolak kesepakatan kompensasi awal karena nilainya tidak sesuai kerugian di lapangan,” ujarnya.
Upaya hukum sempat ditempuh. Namun laporan ke kepolisian tak dapat diterima lantaran para petani tidak memiliki dokumen kepemilikan resmi. “Kami bilang lahan kami dirusak alat berat, tapi dijawab tidak bisa diproses karena kami tidak punya surat tanah,” kata Sugianis. Kekecewaan itu membuat mereka mencari bantuan ke organisasi masyarakat dan meminta agar aktivitas tambang dihentikan sementara.
Kasus ini kemudian sampai ke DPRD Kutai Kartanegara. Komisi I memfasilitasi pertemuan seluruh pihak melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Senin (13/10/2025). Forum ini mempertemukan perwakilan kelompok tani, perusahaan, serta seorang pihak ketiga yang diklaim sebagai pemilik legal lahan. Sengketa tersebut diperkirakan mencakup delapan hingga sepuluh hektare tanah di wilayah Kelurahan Handil Baru.
Kuasa Hukum PT Mitra Indah Lestari, Akbar, menjelaskan bahwa aktivitas perusahaan dilakukan di lahan yang telah memiliki legalitas sah dan telah dibebaskan sebelum penambangan dimulai. “Perusahaan berpegang pada legalitas lahan milik pihak ketiga, yang secara sah telah dibebaskan sebelum kegiatan tambang dimulai,” ujarnya dalam forum. Akbar menegaskan bahwa PT MIL tidak memiliki kewajiban membayar kompensasi tambahan karena pembebasan telah dilakukan secara hukum.
Wakil Ketua Komisi I DPRD Kukar, Wandi, mengakui bahwa persoalan ini berlarut karena menyangkut status kepemilikan yang tumpang tindih antara kelompok tani, pemilik lahan legal, dan perusahaan. “Masalah ini sebenarnya sudah lama, hanya saja belum ada titik temu karena menyangkut status kepemilikan lahan,” ucapnya.
Komisi I memberi waktu satu minggu kepada pihak-pihak terkait untuk berkomunikasi langsung dan mencari solusi kekeluargaan. “Kalau dalam satu minggu belum ada hasil, kami akan adakan RDP kembali,” kata Wandi.
Anggota Komisi I lainnya, Desman Minang Endianto, menegaskan agar perusahaan bersikap lentur dan berempati terhadap kondisi warga terdampak. “Perusahaan harus membayar tanam tumbuh masyarakat dengan rasa kemanusiaan, terlepas dari persoalan legalitas,” tegasnya.
Hingga kini, aktivitas tambang di kawasan tersebut belum sepenuhnya dilanjutkan. DPRD Kukar menegaskan akan memantau hasil kesepakatan yang tengah dibangun di tingkat lokal. Bagi para petani, harapan mereka sederhana: agar ada keadilan dan ganti rugi yang sepadan untuk tanaman yang menjadi tumpuan hidup selama bertahun-tahun. (*)