
BRAVO13.ID, Tenggarong - Tujuh santri di sebuah pondok pesantren (ponpes) di Kecamatan Tenggarong Seberang diduga menjadi korban pencabulan sejak awal 2024. Polisi telah menangkap MA, oknum pengajar yang ditetapkan sebagai terduga pelaku. Di tengah proses hukum yang berjalan, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) mengambil langkah penanganan korban dan pengetatan pengawasan lembaga pendidikan keagamaan.
Wakil Bupati Kukar Rendi Solihin menemui para korban beserta orang tua mereka di Mal Pelayanan Perempuan dan Anak (MPPA) Kukar, didampingi Anggota DPRD Kukar Akbar Haka dan Rahmat Dermawan, serta Plt Kepala DP3A Hero Suprayetno dan unsur TRC PPA Kaltim. Pertemuan itu membahas pemulihan psikososial, jaminan pendidikan korban, dan langkah koordinasi lintas instansi agar kasus serupa tidak terulang.
Rendi menyebut kasus ini bukan kejadian tunggal. Menurut keterangan perangkat daerah, indikasi kekerasan seksual pernah dilaporkan pada 2021 namun tidak berlanjut karena minimnya alat bukti. “Ini bom waktu jika dibiarkan. Bila terbukti ada keterlibatan pengurus atau yayasan, kami mendukung sanksi tegas hingga penutupan ponpes,” ujarnya.
Pemkab menekankan prioritas pemulihan korban. Sejumlah anak telah dipindahkan ke satuan pendidikan baru, baik ke ponpes lain maupun sekolah umum sesuai pilihan keluarga. DP3A, MPPA, dan jejaring layanan akan mendampingi proses konseling, bantuan hukum, hingga pemenuhan hak pendidikan.
Rendi juga meminta DPRD Kukar memfasilitasi rapat dengar pendapat (RDP) yang melibatkan Pemkab, Kementerian Agama, aparat penegak hukum, dan layanan perlindungan anak untuk mengevaluasi tata kelola ponpes, standar rekrutmen pengajar, serta mekanisme pelaporan insiden. Kemenag diminta memetakan jumlah santri dan memastikan keberlanjutan pendidikan mereka jika lembaga terkena sanksi administrasi.
Konteksnya lebih luas dari satu perkara. Hingga Agustus 2025, UPT P2TP2A Kukar mencatat 133 laporan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Angka ini menjadi dasar Pemkab menguatkan pengawasan, memperbanyak kanal aduan ramah anak, dan mempercepat respon lintas sektor.
Proses hukum terhadap MA kini ditangani kepolisian dengan ancaman hukuman berat sesuai ketentuan tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak. Pemerintah daerah menyatakan akan menghormati proses peradilan, sembari memastikan seluruh hak korban terpenuhi. (adv)