Bravo 13
Aulia Rahman Basri Hidupkan Puisi Ahmad Dahlan di Lanjong Art Festival 2025Bupati Kukar Aulia Rahman Basri membacakan puisi Ahmad Dahlan di Lanjong Art Festival 2025, menjadikannya refleksi lintas generasi.
Oleh Handoko2025-08-23 11:03:00
Aulia Rahman Basri Hidupkan Puisi Ahmad Dahlan di Lanjong Art Festival 2025
Bupati Kutai Kartanegara Aulia Rahman Basri membacakan puisi “Apa Yang Kau Cari, Bupati?” karya mendiang Ahmad Dahlan pada Lanjong Art Festival 2025 di Taman Ladaya Tenggarong. (Kontributor Bravo13.id)

BRAVO13.ID, Tenggarong - Sorot lampu jatuh di atas panggung Ladang Budaya (Ladaya), Sabtu (22/8/2025) malam. Di tengah dekorasi naga berkelok di antara awan, Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Aulia Rahman Basri duduk di kursi kayu sederhana. Tidak ada podium, tidak ada protokol kaku. Ia hadir sejajar dengan masyarakat, membuka selembar kertas, lalu membacakan sebuah puisi berjudul “Apa Yang Kau Cari, Bupati?” karya mendiang Ahmad Dahlan, Bupati Kukar periode 1965–1979.

“Meski kau Bupati, aku sastrawan. Karena itu buka lebar jendela, biar sinar terang masuk menerpa,” ucap Aulia dengan suara mantap namun bergetar. Bait itu mengalun seperti percakapan lintas generasi, antara seorang pemimpin masa lalu dengan penerus yang kini memegang amanah rakyat Kukar.

Suasana hening. Penonton larut dalam perenungan. Seorang kepala daerah membacakan sajak bukan sekadar sebagai hiburan, melainkan refleksi. “Saya rasa ini waktu yang tepat untuk membacakannya,” kata Aulia, menjelaskan bahwa naskah itu ia temukan beberapa hari sebelumnya saat menelusuri arsip lama di Pendopo.

Puisi Ahmad Dahlan, yang dulu pernah dipentaskan kelompok Serapo LPKK, kini menemukan panggung baru di Lanjong Art Festival (LAF) 2025. Bait-baitnya mengingatkan bahwa jabatan adalah amanah, bukan tujuan. “Nyawamu adalah nyawaku, rohmu adalah rohku, napasmu adalah napasku,” lantun Aulia, menekankan pesan kuat hubungan pemimpin dengan rakyatnya.

LAF sendiri hadir sebagai ruang perjumpaan seni kontemporer, dari teater hingga musik. Namun malam itu, panggung berubah menjadi ruang refleksi sejarah. Karya Ahmad Dahlan menjelma cermin yang menyatukan politik dan sastra, menegaskan bahwa keduanya bisa saling melengkapi, melahirkan kesadaran yang tak lekang oleh waktu. (adv)

Dapatkan informasi dan insight pilihan bravo13.id

Berita Terkait