BRAVO13.ID, Samarinda - Pada Kamis yang hening, 31 Juli 2025, saat semburat fajar baru saja memecah kegelapan pukul 04.18 WITA, sebuah kabar duka menyelimuti jagat politik dan keagamaan Indonesia. Suryadharma Ali, sosok yang pernah menduduki kursi Menteri Agama Republik Indonesia, menghembuskan napas terakhirnya di RS Mayapada Jakarta. Kepergiannya yang mendadak ini pertama kali dikonfirmasi melalui akun resmi Instagram Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) Kementerian Agama, menyisakan duka sekaligus memori akan jejak panjang perjalanan seorang politikus yang penuh warna.
Jejak Sang Politikus dari UIN Syarif Hidayatullah
Lahir di Jakarta pada 19 September 1956, Suryadharma Ali mengawali kiprah intelektualnya di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Sebuah almamater yang kelak akan menjadi saksi bisu pembentukan karakter dan pandangan hidupnya. Dalam ranah personal, ia membangun biduk rumah tangga bersama Wardatul Asriah, dikaruniai empat buah hati: Kartika Yudistira Suryadharma, Sherlita Nabila Suryadharma, Abdurrahman Sagara Prakasa, dan Nadia Jesica Nurul Wardani, yang kini harus merelakan kepergian sang ayah.
Karier Politik: Puncak dan Pelik di Partai Berlambang Ka'bah
Nama Suryadharma Ali tak bisa dilepaskan dari kancah politik nasional, khususnya melalui Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ia adalah figur sentral yang memimpin partai berlambang Ka'bah itu sebagai Ketua Umum dari 3 Februari 2007, menggantikan Hamzah Haz, hingga 16 Oktober 2014. Di bawah kepemimpinannya, PPP menorehkan sejarahnya sendiri, sebelum estafet kepemimpinan diserahkan kepada Muhammad Romahurmuziy.
Puncak karier eksekutifnya datang pada 22 Oktober 2009, ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunjuknya sebagai Menteri Agama, meneruskan tongkat estafet dari Muhammad Maftuh Basyuni. Selama hampir lima tahun, hingga 28 Mei 2014, Suryadharma Ali mengemban amanah besar tersebut, mengurusi berbagai aspek kehidupan beragama di Indonesia, termasuk salah satu tugas paling krusial: penyelenggaraan ibadah haji. Namun, di sinilah bayangan gelap mulai membayangi perjalanannya.
Senja Kala di Pusaran Kasus Korupsi Haji
Nama Suryadharma Ali kemudian tak hanya dikenal sebagai mantan Menteri Agama dan Ketua Umum PPP, melainkan juga melekat dengan kasus dugaan korupsi. Pada 22 Mei 2014, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkannya sebagai tersangka dalam pusaran kasus korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2012–2013. Tuduhan yang dialamatkan kepadanya cukup serius: dugaan penyalahgunaan wewenang dalam penunjukan petugas haji yang tak memenuhi syarat, penggunaan Dana Operasional Menteri (DOM) untuk kepentingan pribadi, serta manipulasi sisa kuota haji nasional.
Perjalanan hukumnya pun berliku. Pada 11 Januari 2016, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis enam tahun penjara dan denda Rp300 juta. Namun, vonis itu diperberat menjadi 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta di tingkat banding. Upaya hukum terakhir melalui permohonan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung pun ditolak, mengukuhkan putusan yang harus ia jalani.
Kini, dengan kepergiannya di pagi buta, kisah seorang Suryadharma Ali berakhir. Sebuah kisah yang tak hanya mencatat jejak pengabdian, tetapi juga noda yang tak terhapuskan dalam lembar sejarah politik Indonesia. (*)