
BRAVO13.ID, Samarinda - Gaji guru swasta di Samarinda masih jauh dari kata layak. Di balik hadirnya dana Bantuan Operasional Sekolah (BOSDA dan BOSNAS), ketimpangan kesejahteraan masih menghantui para pendidik non-ASN, terutama di sekolah-sekolah swasta kecil yang bergantung pada iuran siswa.
Anggota Komisi IV DPRD Samarinda, Ismail Latisi, menegaskan bahwa kehadiran BOS dari pemerintah, baik daerah maupun nasional, memang menjadi bentuk nyata kepedulian negara terhadap pendidikan. Namun sistem penggajian guru swasta yang tidak terstandar tetap menjadi akar persoalan.
“Kalau kita bicara konteksnya pemerintah, BOSDA dan BOSNAS itu bukan hanya untuk sekolah negeri tapi juga menyentuh sekolah-sekolah swasta. Itu bukti ada kepedulian,” ujarnya.
Ismail menjelaskan bahwa guru-guru swasta tidak digaji oleh pemerintah, melainkan bergantung pada yayasan pengelola dan jumlah siswa yang bisa direkrut sekolah. Ketika jumlah siswa menurun atau SPP diturunkan, maka pendapatan guru ikut terdampak langsung.
“Kalau siswanya sedikit dan SPP-nya rendah maka otomatis gaji gurunya juga minim. Ini yang jadi dilema,” jelasnya.
Menurutnya, fenomena beralihnya minat masyarakat ke sekolah negeri yang menawarkan pendidikan gratis turut memperparah kondisi ini, apalagi bagi sekolah swasta yang tidak memiliki program unggulan atau fasilitas memadai.
“Sekolah swasta biasa kesulitan menarik siswa. Akhirnya, pemasukan dari SPP sedikit. Bahkan sebagian dana BOS bisa digunakan untuk menutup kekurangan operasional,” tambah Ismail.
Ia menggarisbawahi bahwa masalah ini bukan karena kelalaian pemerintah, namun karena struktur penggajian guru swasta memang tidak masuk dalam sistem yang sama dengan ASN, yang memiliki jenjang karier dan penghasilan terstandar.
Ismail juga menekankan pentingnya perlindungan sosial bagi guru swasta, termasuk dalam hal layanan kesehatan. Ia menyarankan agar program seperti subsidi Gratispol dari Pemprov Kaltim bisa dioptimalkan untuk mendukung kesehatan para pendidik sektor swasta.
“Kalau insentif dicabut, maka mereka hanya bisa mengandalkan gaji dari yayasan. Kita bisa bayangkan beratnya beban mereka, apalagi sekolah swasta di Samarinda justru lebih banyak dari sekolah negeri,” tuturnya.
Ismail berharap perhatian pemerintah, baik kota maupun provinsi, terhadap insentif kesejahteraan dan jaminan kesehatan guru swasta dapat terus ditingkatkan. Dengan demikian, sekolah swasta tetap bisa bertahan sebagai bagian penting dari ekosistem pendidikan di Samarinda. (adv)