BRAVO13.ID, Kota Bangun - Hanya 6 dari 193 desa di Kutai Kartanegara yang telah memiliki dokumen Rencana Tata Ruang Desa (RTRDes) secara lengkap. Fakta ini menjadi pengingat bahwa pembangunan dari tingkat paling bawah belum sepenuhnya memiliki fondasi arah yang kuat. Di Liang Ulu, sebuah desa di Kecamatan Kota Bangun, upaya untuk mengubah keadaan itu dimulai lewat diskusi terbuka—bukan instruksi dari atas.
Selasa pagi, 1 Juli 2025, warga Desa Liang Ulu berkumpul di balai desa dalam suasana yang tidak biasa. Mereka datang bukan untuk menerima bantuan, bukan pula menghadiri seremonial, melainkan untuk merancang masa depan ruang hidup mereka. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kutai Kartanegara memfasilitasi forum penyusunan tata ruang desa—sebuah langkah penting yang akan menjadi dasar pembangunan jangka panjang.
Kegiatan ini difasilitasi oleh Bidang Penataan Desa, dengan narasumber dari Dinas Pertanahan Kukar, Kepala Desa, Ketua BPD, para Ketua RT, serta partisipasi warga yang aktif. Di awal sesi, narasumber dari Dinas Pertanahan menegaskan bahwa tata ruang bukan sekadar urusan zonasi lahan, tetapi menyangkut masa depan sosial, ekonomi, dan lingkungan desa. “Penataan ruang desa bukan hanya soal peta, tapi bagaimana kita menciptakan ruang hidup yang layak untuk generasi berikutnya,” ujarnya.
Pandangan ini memicu kesadaran kolektif. Warga mulai menyampaikan beragam persoalan: keterbatasan akses jalan antarpermukiman, risiko konflik batas lahan, hingga pentingnya menjaga kawasan pertanian dan sumber air. Tak ada suara yang diabaikan—semua menjadi bagian dari narasi besar: desa yang dibangun dari bawah, dari suara rakyat.
Miswanto dari DPMD memoderasi sesi diskusi dengan membuka ruang setara bagi semua elemen desa. Dinas Pertanahan pun menjelaskan pentingnya sinkronisasi RTRDes dengan RTRW kabupaten agar tidak terjadi tumpang tindih kebijakan pembangunan. Legalisasi batas wilayah juga ditegaskan sebagai pijakan hukum yang harus kuat sejak awal.
Kepala Desa Liang Ulu menyambut baik pendampingan ini. Ia menyatakan bahwa desa membutuhkan panduan pembangunan yang tidak semata mengejar fisik, tetapi juga mempertahankan nilai lokal dan keseimbangan lingkungan. “Kami ingin berkembang dengan identitas sendiri, dan dengan pendampingan ini, kami merasa lebih siap,” katanya.
Kegiatan ini merupakan bagian dari strategi Pemkab Kukar mendorong desa-desa menyusun RTRDes sebagai dasar RPJMDes. Meski belum banyak desa yang melakukannya, Liang Ulu menjadi contoh penting bahwa proses ini dapat dimulai dari dialog yang inklusif dan teknis di tingkat akar rumput. (adv)