Bravo 13
DPRD Samarinda Kritik Pertamina, Janji Bengkel Gratis Cuma WacanaAbdul Rohim desak warga lakukan class action ke Pertamina atas krisis gas elpiji, lonjakan harga, dan janji CSR yang tak kunjung terealisasi.
Oleh Handoko2025-06-23 23:30:00
DPRD Samarinda Kritik Pertamina, Janji Bengkel Gratis Cuma Wacana
Anggota Komisi III DPRD Samarinda, Abdul Rohim. (Kontributor Bravo13.id)

BRAVO13.ID, Samarinda — Krisis distribusi energi di Kalimantan Timur tak kunjung membaik. Di tengah antrean panjang di SPBU dan harga gas elpiji yang terus melonjak di pasar, anggota Komisi III DPRD Samarinda, Abdul Rohim, menyerukan langkah hukum kolektif terhadap PT Pertamina (Persero). Seruan ini ia sampaikan menyusul berbagai janji yang dinilainya tinggal wacana, termasuk soal layanan bengkel gratis bagi warga yang kendaraannya rusak akibat dugaan BBM tak layak edar.

“Pertamina ini terlalu sering bikin masalah, tapi minim solusi,” tegas Rohim saat diwawancarai belum lama ini.

Ia menyebut lonjakan harga gas elpiji sebagai contoh paling nyata dari ketidakseriusan Pertamina. Harga eceran yang semestinya hanya Rp18 ribu, di lapangan bisa tembus hingga Rp50 ribu lebih. Menurutnya, ini bukan sekadar akibat mekanisme pasar, melainkan indikasi adanya permainan sindikat distribusi yang luput dari pengawasan.

“Kami curiga ada oknum dalam distribusi. Tapi siapa yang harus mengawasi? Pertamina. Mereka punya kendali penuh,” katanya.

Bukan hanya soal harga, pelayanan yang sempat dijanjikan juga tak kunjung nyata. Saat ribuan kendaraan rusak akibat BBM bermasalah, Pertamina sempat menjanjikan pembukaan bengkel gratis sebagai bentuk tanggung jawab. Namun hingga kini, menurut Rohim, janji itu tak pernah benar-benar direalisasikan.

“Sudah RDP, sudah ada solusi, tapi hasilnya nihil. Ini bukan soal kecil. Ini menyangkut institusi negara dan kebutuhan pokok rakyat,” katanya.

Kekecewaan juga tertuju pada jawaban Pertamina dalam setiap rapat dengar pendapat dengan DPRD Provinsi Kaltim. Bagi Rohim, respons Pertamina selama ini tak lebih dari narasi normatif tanpa tindak lanjut. Ia menyebut sikap itu sebagai bentuk pengabaian terhadap lembaga perwakilan rakyat.

“Kami ini bukan sekadar mendengar keluhan, tapi juga menuntut perbaikan. Tapi mereka diam, dan rakyat terus jadi korban,” ujarnya.

Rohim tak menampik bahwa lemahnya posisi pemerintah daerah turut memperburuk situasi. Kewenangan distribusi energi sepenuhnya berada di tingkat pusat, sementara daerah hanya menjadi ‘penerima akibat’.

“Ketika ada masalah, daerah yang disalahkan. Padahal semua ada di tangan pusat dan Pertamina. Ini harus diakhiri,” katanya.

Ia pun mengungkap telah mendorong sejumlah elemen masyarakat untuk menyiapkan langkah class action. Baginya, tekanan hukum adalah satu-satunya cara agar Pertamina sadar bahwa mereka tidak sedang menjalankan bisnis biasa.

“Mereka ini memegang hajat hidup orang banyak. Kalau tidak mau berubah, maka harus siap hadapi tuntutan hukum,” tutupnya. (adv)

Dapatkan informasi dan insight pilihan bravo13.id

Berita Terkait