
BRAVO13.ID, Samarinda — Sudah hampir dua dekade sengketa tanah di kawasan Bengkuring, Samarinda, belum menemukan titik akhir. Warga yang merasa memiliki hak atas lahan itu masih terus menyuarakan keluhannya, sementara pemerintah bersikukuh bahwa proses pembebasan sudah dilakukan sejak tahun 2006.
Ketua Komisi I DPRD Kota Samarinda, Samri Shaputra, kembali menyoroti persoalan ini setelah menerima berbagai keluhan warga yang mengklaim belum menerima kompensasi atas tanah yang mereka akui sebagai milik pribadi. Menurutnya, lahan tersebut secara administratif sudah dibebaskan Pemkot pada 2006 atas nama Hairul Usman. Namun, sebagian warga menilai proses tersebut belum menjangkau seluruh pihak yang terdampak.
“Sudah hampir 20 tahun, tapi masih ada warga yang merasa belum menerima pembayaran atas lahan mereka,” kata Samri, Jumat, 6 Juni 2025.
Ia menilai bahwa mediasi antara warga dan pemerintah sulit dilakukan karena dari sisi pemerintah, pembebasan atas objek lahan tersebut tidak mungkin dilakukan dua kali. Maka dari itu, jalur hukum menjadi langkah paling rasional dan adil untuk menyelesaikan konflik.
“Kalau terus dimediasi juga sulit. Pemerintah tak bisa membayar dua kali untuk objek yang sama. Maka kami sarankan masyarakat gugat saja ke pengadilan,” ujarnya.
Menurut Samri, hasil dari proses hukum akan menjadi landasan bagi DPRD untuk menentukan sikap. Jika pengadilan menyatakan bahwa klaim warga atas lahan itu sah secara hukum, maka pihaknya akan memberikan rekomendasi kepada pemerintah kota untuk melakukan pembayaran.
“Nanti kalau putusan pengadilan menyatakan masyarakat memang sah pemiliknya, kami akan minta pemerintah bayar hak mereka,” tegasnya.
Samri menambahkan, penganggaran pembayaran ganti rugi tanpa dasar hukum yang kuat justru berpotensi menimbulkan kesalahan administratif. Karena itu, ia menegaskan bahwa putusan pengadilan akan menjadi acuan utama dalam menyelesaikan sengketa tersebut. (adv)