BRAVO13.ID, Samarinda - Akhir pekan lalu di Sirkuit Silverstone, Inggris, panggung MotoGP 2025 menyuguhkan sebuah drama yang mengejutkan banyak penggemar balap motor: Marc Marquez, sang “Baby Alien” yang musim ini tengah memimpin klasemen, harus puas hanya mencicipi podium ketiga dalam balapan utama. Lebih dari sekadar kalah, Marquez tampak bergulat dengan sesuatu yang tak kasatmata—sebuah krisis teknis yang diam-diam mulai membayangi kejayaan Ducati.
Pada sesi sprint race Sabtu malam (24/5), publik dikejutkan ketika Marc justru dikalahkan oleh sang adik, Alex Marquez. Dengan selisih waktu 3,511 detik, Alex tampil sebagai juara sprint, meninggalkan sang kakak yang hanya mampu finis di posisi kedua. Sebuah pemandangan yang tak lazim, terlebih jika mengingat dominasi Marc di beberapa seri awal musim.
Namun puncak dari rentetan kegagalan itu terjadi di balapan utama. Bukan hanya kalah, kali ini Marc bahkan harus menyerah di hadapan Marco Bezzecchi dari Aprilia Racing dan Johann Zarco dari Castrol Honda LCR. Marquez finis ketiga, tanpa daya mengejar dua pesaingnya yang tampil begitu agresif dan konsisten.
Lalu apa yang sebenarnya terjadi?
Sorotan tajam datang dari Carlo Pernat, pengamat kawakan MotoGP, yang membuka tabir kemungkinan penyebab melempemnya performa Marquez. Menurutnya, biang kerok dari semua ini adalah Desmosedici GP25—motor anyar Ducati yang digunakan oleh Marquez dan rekan-rekan setimnya musim ini. Motor yang seharusnya menjadi senjata pamungkas, justru berubah menjadi tantangan tersendiri.
“Harus dikatakan dan dicatat bahwa krisis kecil sedang terjadi di Ducati, terutama untuk tim utama,” ujar Pernat, seperti dikutip dari Motosan. “Motor 2025 ini tidak tepat. Marquez, Bagnaia, Di Giannantonio—semuanya kesulitan,” lanjutnya.
Pernyataan itu seperti menampar realitas pahit di garasi Ducati. Mesin yang lahir dari laboratorium teknologi canggih dan penuh riset ternyata belum benar-benar menjawab ekspektasi. Bahkan Francesco Bagnaia dan Fabio Di Giannantonio—dua pembalap yang sempat bersinar di musim-musim sebelumnya—ikut terseret dalam kesulitan yang sama.
Pernat menyebut, wajar jika Ducati membutuhkan waktu untuk menyempurnakan motor mereka setiap musim. Tapi tahun ini terasa berbeda. Kali ini, masalahnya lebih kompleks. “Setiap tahun Ducati memang butuh waktu. Tapi musim ini tampaknya waktu yang dibutuhkan lebih lama, dan problemnya lebih dalam,” tegasnya.
Ironisnya, di tengah keterbatasan itu, Marc Marquez justru memimpin klasemen sementara dengan 192 poin, unggul 24 poin dari Alex Marquez. Ini menunjukkan betapa besarnya potensi sang pembalap, bahkan ketika dirinya tidak dalam kondisi ideal. Namun, kondisi mental dan fisik Marc tampak tergerus. Pernat mencatat bahwa Marquez belakangan lebih sering jatuh dan mengeluh—indikasi bahwa ada yang tidak beres, bukan hanya pada motor, tapi juga pada dirinya.
“Jelas bahwa Marquez menyembunyikan sesuatu. Dia adalah kandidat kuat juara dunia. Tapi dia sering jatuh, sering mengeluh. Situasinya tidak memungkinkan dia tampil seperti biasanya,” pungkas Pernat.
Pertanyaannya kini adalah: mampukah Ducati menjinakkan Desmosedici GP25 sebelum semuanya terlambat? Dan yang lebih penting, apakah Marc Marquez akan mampu terus bertahan di puncak klasemen jika ia terus berjuang melawan bukan hanya lawan-lawan di lintasan, tetapi juga mesin tunggangannya sendiri?
Silverstone mungkin hanyalah satu balapan. Namun bagi Ducati dan Marc Marquez, itu bisa menjadi titik balik—entah menuju kebangkitan, atau awal dari kemunduran. (*)