
BRAVO13.ID, Samarinda – Sengketa lahan seluas 12 hektare yang menjadi lokasi SMA Negeri 10 Samarinda kembali mencuat ke permukaan. Setelah melalui proses hukum panjang sejak 2017, Mahkamah Agung telah memutuskan perkara ini pada 9 Februari 2023. Namun hingga kini, eksekusi terhadap aset negara tersebut belum dilakukan.
Komisi IV DPRD Kalimantan Timur pun menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Senin (19/5/2025) di Gedung E Lantai I DPRD Kaltim. Rapat ini menjadi titik konsolidasi antar pihak yang berkepentingan, membahas permintaan eksekusi putusan Mahkamah Agung serta pengembalian kegiatan belajar mengajar (KBM) ke gedung SMA Negeri 10 yang terletak di Jalan H.A.M. Rifaddin, Kecamatan Loa Janan Ilir.
RDP tersebut dihadiri Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, bersama Wakil Ketua DPRD Ananda Emira Moeis dan Sekretaris Daerah Kaltim, Sri Wahyuni. Turut hadir pula perwakilan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim, pihak Yayasan Melati Samarinda, perwakilan sekolah, dan wali murid.
Dalam rapat, Hasanuddin menegaskan bahwa keputusan Mahkamah Agung bersifat final dan mengikat. “Ini sudah jelas putusannya, harus segera diambil aset itu. Kita tidak bisa melawan perintah pengadilan,” ujarnya tegas.
Ia menekankan bahwa proses eksekusi tidak boleh ditunda lagi, terlebih dengan adanya kepemimpinan baru di tingkat provinsi. Menurutnya, momentum ini seharusnya menjadi awal dari komitmen serius pemerintah dalam menyelesaikan polemik aset pendidikan yang berlarut-larut.
“Dengan visi ‘Gaspol dan Gratispol’ yang diusung Gubernur, ini momen yang tepat. Kita harapkan ada langkah nyata dalam waktu dekat,” tambah Hasanuddin.
Menanggapi posisi Yayasan Melati yang disebut telah membangun fasilitas baru untuk menampung hingga 500 siswa, Hasanuddin menyatakan bahwa DPRD Kaltim terbuka untuk mendukung proses transisi yang adil. Namun ia menegaskan bahwa pelaksanaan putusan pengadilan harus menjadi prioritas utama.
“Kalau ada keberatan atau data tambahan dari yayasan, kita siap bahas dalam RDP berikutnya. Tapi yang pertama harus dilakukan adalah melaksanakan putusan MA dulu,” ucapnya.
Hasanuddin juga menyoroti bahwa lambannya penyelesaian ini telah berlangsung hampir delapan tahun. Ia berharap pemerintah provinsi dapat segera mengeksekusi hibah lahan dan mengembalikan hak aset sesuai peruntukannya. (adv)