
BRAVO13.ID, Samarinda – Satu dekade lebih berdiri sebagai aset Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, Hotel Royal di Balikpapan kini menjadi sorotan. Bukan karena pelayanan atau okupansi, melainkan karena tunggakan kewajiban yang tak kunjung disetorkan oleh pihak pengelola swasta.
Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, menyebut bahwa PT Timur Borneo Indonesia (TBI), selaku mitra kerja sama pengelola hotel sejak 2016, belum menunaikan kewajiban pembayaran kontribusi tetap ke kas daerah. Nilainya disebut lebih dari Rp600 juta per tahun.
“Ini bukan masalah kecil. Sejak kerja sama dimulai, kontribusi tetap yang seharusnya masuk ke kas daerah tidak dibayarkan secara konsisten. Belum lagi bagi hasil keuntungan 2 persen yang juga belum direalisasikan,” ujar Hasanuddin di Samarinda.
Ia menilai situasi ini sebagai bentuk pelanggaran terhadap perjanjian awal yang telah disepakati kedua belah pihak. Tak hanya soal keuangan, menurut Hasanuddin, telah terjadi penyimpangan fungsi di lapangan, termasuk alih fungsi kamar hotel menjadi pub atau kafe tanpa izin yang jelas.
“Hotel ini adalah aset berharga milik daerah. Kalau tidak dikelola dengan benar, akan sangat disayangkan. Apalagi sejak 2022, manajemen pun sudah dipindah tanpa koordinasi yang jelas,” tambahnya.
Melihat berbagai pelanggaran tersebut, Hasanuddin mendesak agar pengelolaan Hotel Royal dikembalikan sepenuhnya ke tangan Pemerintah Provinsi. Ia menyebut bahwa langkah itu penting untuk menjamin transparansi, akuntabilitas, dan optimalisasi manfaat aset bagi masyarakat.
DPRD Kaltim, lanjutnya, akan segera berkoordinasi dengan Gubernur dan jajaran eksekutif untuk menyusun aturan dan langkah konkret yang menjamin kepastian hukum dalam pengelolaan aset daerah, termasuk Hotel Royal.
“Kami berharap seluruh pihak bisa segera duduk bersama dan mengambil keputusan terbaik. Ini bukan hanya soal aset, tapi juga soal kepercayaan publik terhadap tata kelola daerah,” tegas Hasanuddin. (adv)