Bravo 13
Unmul Deteksi Tanah Tidak Stabil di RT 25 Batuah, Relokasi Warga DiusulkanTim Geofisika Unmul temukan tanah lunak jenuh air di bawah permukiman warga RT 25 Batuah, lokasi longsor yang rusak 11 rumah.
Oleh Handoko2025-05-17 00:55:00
Unmul Deteksi Tanah Tidak Stabil di RT 25 Batuah, Relokasi Warga Diusulkan
Kerusakan akibat pergerakan tanah di RT 25 Dusun Tani Jaya, Desa Batuah. (Istimewa)

BRAVO13.ID, Batuah - Hujan belum turun pagi itu, tapi tanah di RT 25 Dusun Tani Jaya, Desa Batuah, terus bergerak perlahan. Rumah-rumah yang berdiri berderet di sepanjang Kilometer 28 Jalan Poros Samarinda–Balikpapan mulai retak. Dinding terbelah, lantai miring, kusen pintu tak lagi sejajar. Warga terjaga setiap malam, takut sewaktu-waktu rumah mereka runtuh.

Peristiwa ini bermula sejak Kamis, 24 April 2025. Sebelas rumah terdampak cukup parah. Beberapa sudah miring dan nyaris ambruk. Jalan-jalan lingkungan pun mulai rusak, membuat mobilitas warga makin terganggu. Tak hanya soal kerusakan, tapi juga ketidakpastian. Penyebab pasti dari longsor ini belum diketahui. Warga menduga, aktivitas hauling batu bara dan pengeboran sumur bor di sekitar wilayah menjadi pemicu. Getaran yang ditimbulkan, kata mereka, terasa kuat dan mengubah kontur tanah.

Merespons kekhawatiran itu, pemerintah desa meminta bantuan akademisi dari Universitas Mulawarman. Kepala Desa Batuah, Abdul Rasyid, mengatakan bahwa Tim Geofisika dari kampus tersebut sudah turun ke lapangan dan memasang alat-alat pemantau pergerakan tanah. Mereka ingin mengetahui dengan pasti apa yang terjadi di bawah permukaan.

"Untuk memastikan penyebab longsor, sudah ada tim dari Unmul yang akan melakukan kajian mendalam terhadap kondisi tanah di lokasi terdampak," ujar Rasyid, Selasa (29/4/2025).

Beberapa hari setelah pemasangan alat, hasil awal survei geolistrik mulai menunjukkan gambaran yang mengkhawatirkan. Tim Geofisika Unmul yang dipimpin oleh Kepala Laboratorium Geofisika, Piter Lepong, menemukan adanya zona tanah lunak yang jenuh air. Zona ini muncul dalam hasil pemindaian geolistrik sebagai area dengan resistivitas sangat rendah, kurang dari 50 ohm-meter, yang membentang sejajar dengan lokasi rekahan dan kerusakan bangunan di permukaan.

Menurut Piter, zona tersebut kemungkinan besar terdiri dari lempung plastis atau sedimen aluvial yang belum padat. Artinya, tanah di area itu sangat mudah bergerak—terutama saat jenuh oleh air. Itulah yang menyebabkan fondasi rumah-rumah warga menjadi tidak stabil.

"Zona ini secara langsung terkait dengan rekahan tanah dan struktur bangunan yang rusak. Letaknya tepat di bawah permukiman yang terdampak," jelas Piter dalam laporannya.

Temuan itu memperkuat dugaan bahwa tanah di wilayah tersebut memang tidak stabil, terutama di musim hujan atau saat menerima beban dari aktivitas permukaan seperti pengeboran atau lalu lintas berat. Untuk itu, tim merekomendasikan dua hal: penanganan darurat dan studi lanjutan secara teknis.

Langkah darurat yang disarankan meliputi pemasangan drainase untuk mengurangi tekanan air di dalam tanah, penutupan rekahan untuk mencegah air hujan masuk lebih jauh, serta penghentian sementara aktivitas pengambilan air tanah. Dalam jangka panjang, perlu dilakukan pengeboran dan uji laboratorium untuk memahami kekuatan tanah dan merancang fondasi bangunan yang lebih aman.

Sementara itu, upaya pengungsian pun mulai dilakukan. Warga yang rumahnya terancam roboh diarahkan ke lokasi yang lebih aman. Pemerintah desa bahkan telah mengusulkan bantuan biaya sewa rumah atau kos. Namun sebagian besar warga memilih bertahan, hanya meminta tenda didirikan di depan rumah mereka.

"Kami sebenarnya mempertimbangkan keselamatan warga, karena kalau hanya pindah ke depan rumah tapi masih dalam zona rawan, itu tetap berbahaya," ujar Rasyid.

Tim Unmul juga menekankan bahwa sebelum evaluasi struktur bangunan dilakukan oleh ahli teknik sipil, warga sebaiknya tidak menggunakan bagian rumah yang sudah rusak parah. Kerusakan seperti retakan besar, kusen yang tidak sejajar, dan lantai bergeser adalah indikator serius bahwa bangunan sudah tidak layak huni.

Survei geolistrik ini menjadi tahap awal untuk memahami akar masalah gerakan tanah di Tani Jaya. Namun untuk menjamin keselamatan jangka panjang, langkah teknis lanjutan dan relokasi permanen harus segera direncanakan. Tanah yang terlihat tenang di permukaan, bisa menyimpan pergerakan perlahan yang mematikan. (*)

Dapatkan informasi dan insight pilihan bravo13.id

Berita Terkait