BRAVO13.ID, Tenggarong - Suasana lengang di sebuah kantor Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Kutai Kartanegara tak hanya menandakan waktu istirahat siang. Di sejumlah desa, kondisi itu justru terjadi hampir setiap hari. Bahkan, ada kantor BPD yang hanya buka dua kali sebulan—sebuah ironi yang kini mendapat sorotan serius dari pemerintah kabupaten.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kukar, Arianto, menyatakan keprihatinannya atas lemahnya kedisiplinan sebagian BPD di daerah tersebut. Dalam kunjungan dan laporan lapangan, ditemukan fakta bahwa masih banyak kantor BPD yang tidak menjalankan fungsinya secara optimal, meskipun honorarium anggota sudah dinaikkan.
“Ini tidak bisa ditoleransi,” tegas Arianto belum lama ini. “Honor BPD sudah dinaikkan sebagai bentuk dukungan atas peran mereka, tapi jika kantor tidak aktif dan tugas diabaikan, itu mencederai kepercayaan masyarakat.”
Padahal, secara fungsi, BPD merupakan lembaga representatif warga yang memiliki mandat besar: menyalurkan aspirasi, mengawasi jalannya pemerintahan desa, serta menjadi penghubung antara masyarakat dan kepala desa. Dalam aturan yang berlaku, setiap anggota BPD diwajibkan menjalani masa kerja aktif minimal tiga hingga empat hari dalam sepekan.
Namun Arianto menyayangkan, banyak yang memandang tata tertib tersebut sebagai formalitas belaka. “Tata tertib itu bukan simbolik. Itu panduan kerja. Kalau tidak dijalankan, bagaimana publik mau percaya pada lembaga desa?” ujarnya.
Menanggapi kondisi tersebut, DPMD Kukar berkomitmen memperkuat fungsi monitoring dan evaluasi terhadap seluruh perangkat desa, termasuk BPD. Arianto menekankan bahwa penilaian kinerja tak hanya berlaku untuk kepala desa, tetapi juga seluruh unsur lembaga desa.
“Kita dorong semua perangkat desa untuk bersikap profesional. Pelayanan kepada masyarakat bukan opsi, itu kewajiban,” tandasnya. (adv)