Bravo 13
Kepala Desa Bingung Bentuk Koperasi Merah Putih, DPMD Kukar Desak KepastianAparat desa di Kukar kebingungan jalankan koperasi karena tak ada acuan teknis jelas soal rekening, dana legalisasi, dan kewenangan.
Oleh Handoko2025-05-16 18:03:00
Kepala Desa Bingung Bentuk Koperasi Merah Putih, DPMD Kukar Desak Kepastian
Asmi Riyandi Elvandar dari DPMD Kukar menjelaskan urgensi pedoman teknis program koperasi dalam rapat lintas instansi di Samarinda, Jumat (16/5/2025). (Kontributor Bravo13.id)

BRAVO13.ID, Samarinda — Di banyak desa di Kutai Kartanegara, para kepala desa kini tidak hanya memikirkan pelayanan publik atau perbaikan infrastruktur. Mereka juga dihantui pertanyaan-pertanyaan administratif yang belum punya jawaban pasti. Semua bermula dari percepatan pembentukan Koperasi Merah Putih—program pusat yang ambisius, namun belum diberi petunjuk operasional yang rinci.

“Kalau untuk akta notaris koperasi, dana Rp2,5 juta itu ditaruh di rekening mana?” tanya seorang kepala desa dalam sebuah rapat di kecamatan. “Kalau salah tempat, nanti siapa yang bertanggung jawab?” Kekhawatiran itu tidak terjadi di satu atau dua desa saja, melainkan menyebar luas di banyak kampung yang kini sedang berbenah membentuk koperasi.

Asmi Riyandi Elvandar, pejabat dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kukar, menyebutkan bahwa bukan kemauan yang kurang, melainkan arahan yang kabur. “Surat dari kementerian tidak cukup menjawab. Tidak jelas siapa yang bertanggung jawab—apakah pusat, provinsi, atau kabupaten,” katanya saat menghadiri rapat teknis pembahasan koperasi di Kantor DPMD Kalimantan Timur, Jumat (16/5/2025).

Salah satu titik kerumitan yang sering muncul, lanjut Asmi, berkaitan dengan penggunaan 3 persen dana operasional dari Dana Desa. Meski sudah ada dasar hukum untuk kegiatan musyawarah desa, biaya legalisasi koperasi—seperti akta notaris—justru tidak punya rujukan rekening yang tegas.

Beberapa desa terpaksa menggunakan rekening honorarium atau mencampurkannya dengan dana operasional harian. Cara ini mungkin praktis untuk sementara, tapi berisiko besar saat audit dilakukan.

Asmi berharap, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur segera menerbitkan surat edaran teknis yang menjelaskan kode kegiatan, bidang anggaran, hingga rekening yang sah. Tanpa itu, desa hanya mengandalkan tafsir sendiri—dan itu berbahaya. “Saat ada pemeriksaan, aparat desa yang akan repot sendiri,” tegasnya.

Tak hanya aparat desa, camat pun mengalami kesulitan serupa. Mereka kebingungan menjelaskan hubungan antara koperasi baru dengan BUMDes yang sudah lama berjalan. Perlu ada penjelasan teknis tentang porsi kerja masing-masing agar tidak tumpang tindih atau justru saling mengaburkan fungsi.

Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM (DPPKUKM) Kalimantan Timur, Heni Purwaningsih, menanggapi bahwa koperasi bukanlah pesaing BUMDes, melainkan pelengkap. “Koperasi bisa mengambil ruang usaha yang tidak dijangkau BUMDes. Pemerintah desa harus jadi ujung tombak penyampaian informasi ini,” ujarnya.

Menurut Heni, provinsi siap memfasilitasi potensi ekspor dari komoditas desa yang dikelola lewat koperasi. Namun, hingga saat ini, belum ada kejelasan soal rekening khusus ataupun mekanisme penyaluran bantuan biaya legalisasi.

DPMD Kukar menyatakan, selama belum ada pedoman tertulis dari provinsi, pihak desa lebih memilih menunggu ketimbang mengambil risiko salah prosedur. Di tengah ambisi besar membentuk ribuan koperasi desa, kejelasan administratif justru menjadi barang langka. (adv)

Dapatkan informasi dan insight pilihan bravo13.id

Berita Terkait