BRAVO13.ID, Kota Bangun Darat - Puluhan loyang cenil berwarna-warni tersaji di atas meja panjang yang dipenuhi warga. Tangan-tangan sibuk membungkus, menyendok, dan menyajikan jajanan kenyal berbahan singkong itu, sementara senyum mengembang dari para ibu dan anak-anak yang menikmati suguhan gratis. Rabu, 30 April 2025, menjadi saksi digelarnya kembali Festival Cenil di Desa Kota Bangun III, Kecamatan Kota Bangun Darat, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Desa ini berdiri di atas fondasi sejarah transmigrasi dari Pulau Jawa yang dimulai pada 1983. Para warga, mayoritas petani, telah menetap dan membangun kehidupan selama lebih dari empat dekade. Dalam rentang waktu itu, cenil tak sekadar panganan manis, tetapi menjadi simbol ketekunan, inovasi, dan daya tahan.
“Festival ini sudah kami laksanakan enam kali, dan cenil selalu menjadi lambang perjuangan leluhur kami,” ujar Kepala Desa Kota Bangun III, Lilik Hendrawato.
Cenil, terbuat dari pati singkong dan diolah dengan pewarna alami, merupakan hasil kreativitas warga saat menghadapi kemarau panjang di awal masa transmigrasi. Saat itu, singkong adalah satu-satunya tanaman yang bisa bertahan. Dari keterbatasan itulah lahir makanan yang kini menjadi bagian dari identitas budaya desa.
Tahun ini, festival bertepatan dengan peringatan Hari Ulang Tahun ke-42 Desa Kota Bangun III. Sejumlah 70 loyang cenil disiapkan secara swadaya oleh berbagai kelompok masyarakat: dari kelompok wanita tani, pelajar, RT, hingga tenaga kesehatan di desa. Semuanya disajikan gratis untuk warga dan tamu yang hadir.
Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara turut memberikan dukungan dengan memasukkan Festival Cenil ke dalam kalender resmi Kukar Kaya Festival. Langkah ini memperkuat posisi festival sebagai tradisi tahunan dan potensi promosi wisata desa berbasis budaya.
Lilik berharap kegiatan ini tidak sekadar menjadi seremoni tahunan. Lebih dari itu, Festival Cenil diharapkan mampu memperkuat jati diri desa sekaligus membuka ruang ekonomi kreatif lokal yang berakar pada kearifan tradisional.
“Masyarakat terus semangat mengikuti festival ini, dan kami juga berkomitmen menjadikannya sebagai warisan budaya yang hidup dan berkembang,” ujar Lilik menegaskan. (adv)