BRAVO13.ID, Tenggarong - Suasana pagi di Kecamatan Kota Bangun akan terasa berbeda menjelang akhir Mei. Warga dari berbagai desa bersiap menyambut agenda tahunan yang tak hanya menuntut partisipasi fisik, tetapi juga membangkitkan nilai kebersamaan yang telah menjadi identitas masyarakat desa: Bulan Bhakti Gotong Royong Masyarakat (BBGRM).
Pada 2025 ini, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Pemkab Kukar) kembali menggelar BBGRM sebagai bagian dari komitmen untuk memperkuat peran kolektif masyarakat dalam pembangunan desa. Tidak lagi sekadar agenda simbolik, BBGRM diharapkan menjadi medium untuk menyusun ulang cara desa-desa di Kukar menghidupkan semangat gotong royong secara terencana dan berkelanjutan.
“Esensinya bukan hanya seremoni, tapi menjadi penguat budaya gotong royong yang memang sudah menjadi ciri khas masyarakat kita,” ujar Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kukar, Arianto belum lama ini.
Sebagai bentuk dukungan konkret, Pemkab Kukar telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp50 juta untuk setiap desa dan kelurahan. Dari total anggaran tersebut, minimal 15 persen wajib digunakan untuk kegiatan gotong royong. Kebijakan ini berasal dari arahan langsung Bupati Kukar dan menjadi upaya nyata agar pelibatan masyarakat bukan hanya menjadi formalitas, tetapi benar-benar menyatu dalam proses pembangunan.
Puncak peringatan BBGRM tingkat kabupaten dijadwalkan pada 22 Mei 2025, dengan Kecamatan Kota Bangun sebagai tuan rumah. Sejumlah tahapan telah dilakukan, mulai dari sosialisasi hingga proses penilaian oleh tim dari DPMD Kukar. Penilaian berfokus pada keberlanjutan kegiatan gotong royong, bukan hanya intensitasnya, tetapi juga partisipasi aktif warga dalam pelaksanaannya.
Arianto menegaskan, arahan pimpinan sangat jelas: kegiatan BBGRM harus menjadi pintu masuk bagi program gotong royong yang disusun secara sistematis. “Arahan pimpinan jelas, kegiatan ini harus menjadi momentum penguatan program gotong royong yang terstruktur, terukur, dan terencana,” ujarnya.
Dalam penilaian BBGRM, aktivitas rutin seperti kerja bakti membersihkan lingkungan di tingkat RT minimal sebulan sekali akan mendapat perhatian khusus. Kegiatan tersebut akan menjadi indikator utama penilaian, terlebih jika dilengkapi dokumentasi dan laporan tertulis.
Uniknya, bentuk kontribusi warga dalam gotong royong juga dikalkulasi secara konkret. Bukan hanya bantuan fisik, kontribusi seperti konsumsi dan bahan material pun diakui sebagai bentuk partisipasi. Sebagai ilustrasi, keikutsertaan warga dalam membersihkan saluran air tanpa dana desa dapat dihargai setara Rp150 ribu per hari. Skema ini bertujuan memberikan penghargaan atas inisiatif warga yang tak tergantung pada anggaran pemerintah.
Dengan pendekatan tersebut, BBGRM 2025 diharapkan tidak hanya menjadi kegiatan tahunan, tetapi juga menjadi sistem kerja sosial yang hidup di tengah masyarakat, dan mampu memperkuat fondasi pembangunan dari akar rumput. (adv)