BRAVO13.ID, Tenggarong - Jika wacana ini benar-benar terwujud, maka setiap Rukun Tetangga (RT) di Kutai Kartanegara akan mengelola anggaran tiga kali lipat lebih besar dari sebelumnya—dari Rp50 juta menjadi Rp150 juta per tahun. Sebuah lonjakan yang tidak hanya bermakna angka, tetapi juga tanggung jawab dan peluang transformasi sosial di tingkat komunitas paling dasar.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kukar, Arianto, menyebut bahwa skema ini masih dalam tahap pembahasan serius di internal pemerintah daerah. Namun, ia menegaskan bahwa pihaknya telah menyiapkan rencana kerja jika kebijakan ini disetujui. “Jika benar-benar dinaikkan menjadi Rp150 juta, maka akan banyak ruang untuk memperluas fungsi RT dalam membina, membangun, dan melayani warganya,” ujarnya, Rabu (30/4/2025).
Program bantuan keuangan untuk RT sendiri telah bergulir sejak 2022, dengan alokasi awal Rp50 juta per RT. Dalam dua tahun terakhir, program ini menjadi salah satu instrumen pembangunan berbasis komunitas yang dinilai cukup efektif. Namun Arianto menekankan, dengan nominal yang lebih besar, pendekatan pengelolaan dana harus jauh lebih strategis dan transformatif.
“Tidak bisa lagi hanya untuk operasional dan urusan administrasi. Dana ini idealnya dipakai untuk mendorong inisiatif warga dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan, dan lingkungan hidup,” jelasnya.
DPMD Kukar, lanjut Arianto, saat ini tengah menyusun kemungkinan petunjuk teknis (juknis) baru sebagai panduan pelaksanaan jika kebijakan ini disahkan. Meski demikian, ia menekankan pentingnya perhitungan matang—terutama jika kenaikan anggaran dilakukan di tengah tahun anggaran berjalan.
“Ini menyangkut kesiapan dari sisi waktu, tenaga pendamping di lapangan, serta prosedur administrasi yang perlu disesuaikan. Semua harus dihitung secara cermat,” imbuhnya.
Dari sisi regulasi, Arianto merasa optimistis implementasi skema baru ini akan lebih cepat karena struktur hukumnya sudah terbentuk sejak awal pelaksanaan program. Ia menilai, bila berjalan efektif, RT akan menjadi lebih dari sekadar pengelola wilayah administratif.
“RT tak hanya jadi penerima dana, tapi juga penggerak utama dalam pembangunan sosial yang konkret di tingkat paling bawah,” pungkasnya. (adv)