Bravo 13
Gugatan Ijazah Jokowi Jadi Ujian Batas Privasi dan Transparansi Pejabat PublikKasus ijazah Jokowi masih bergulir. Polemik ini kian relevan karena menyentuh batas antara ruang pribadi dan hak publik atas transparansi.
Oleh Handoko2025-05-01 16:31:00
Gugatan Ijazah Jokowi Jadi Ujian Batas Privasi dan Transparansi Pejabat Publik
Joko Widodo di Mapolda Metro Jaya memberi keterangan atas laporan hukum terkait tudingan ijazah palsu, 30 April 2025. (Foto: ANTARA FOTO/FAUZAN)

BRAVO13.ID, Jakarta - Polemik soal keaslian ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo kini tak lagi sekadar soal dokumen. Gugatan hukum dan laporan pidana yang masih bergulir telah menjadikan perkara ini sebagai ujian atas batas antara ruang privat mantan pejabat publik dan hak masyarakat atas informasi.

Meski tak lagi menjabat sebagai presiden, Jokowi tetap menjadi pusat perhatian dalam persidangan perdata di Pengadilan Negeri Solo dan laporan pidana yang ia layangkan ke kepolisian. Ia dituding menggunakan ijazah palsu semasa pencalonannya dulu, dan kini melawan balik melalui jalur hukum.

Dalam proses hukum di Polda Metro Jaya, Jokowi telah menunjukkan semua dokumen ijazahnya dari SD hingga UGM. Namun, dalam gugatan perdata di PN Solo, kuasa hukumnya menolak tuntutan untuk membuka dokumen tersebut ke publik. Alasannya: si penggugat tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing), dan Jokowi tetap berhak atas perlindungan terhadap data pribadi.

"Kan dulu masih menjabat, saya pikir sudah selesai. Tapi ternyata masih berlanjut, jadi kita tempuh jalur hukum agar semuanya jelas dan gamblang," ujar Jokowi dalam keterangannya saat pemeriksaan, Rabu (30/4).

Kasus ini semakin kompleks karena bukan hanya diwarnai gugatan perdata, tapi juga laporan pidana terhadap lima orang yang dinilai menyebarkan tudingan palsu: Roy Suryo, Rismon Sianipar, dr. Tifa, Eggi Sudjana, dan Kurnia Ri Royani. Mereka dilaporkan dengan tuduhan pencemaran nama baik, fitnah, dan penghasutan di muka umum, berdasarkan KUHP dan UU ITE.

Di sisi lain, para terlapor menyatakan siap membela diri dan bahkan menyebut akan membuka semua data yang mereka yakini sebagai kebenaran di pengadilan. “Kami akan bongkar habis. Jangan sampai hukum digunakan hanya untuk menekan pihak yang bersuara,” tegas Roy Suryo.

Kuasa hukum penggugat perdata, Muhammad Taufiq, menilai bahwa kasus ini bukan sekadar soal administrasi. Ia menyebut Jokowi adalah mantan pejabat publik yang rekam jejaknya harus dapat diakses secara transparan. "Publik berhak tahu, dan ini bukan tudingan semata, tapi bagian dari demokrasi yang sehat," ujarnya.

Proses hukum yang masih berjalan, baik pidana maupun perdata, menjadikan kasus ini bukan sekadar soal masa lalu. Ia berpotensi menjadi preseden penting dalam relasi antara mantan pejabat publik dan ruang privat yang dilindungi konstitusi. Apakah mantan pemimpin masih bisa menolak membuka datanya demi alasan privasi, atau apakah status publik tetap melekat bahkan setelah purna tugas?

Waktu yang akan menjawab, melalui sidang yang masih akan berlanjut dalam pekan-pekan ke depan. (*)

Dapatkan informasi dan insight pilihan bravo13.id

Berita Terkait