BRAVO13.ID, Tenggarong - Di tengah pertumbuhan kota yang kian padat dan keterbatasan lahan pertanian produktif, Kelurahan Loa Ipuh di Kecamatan Tenggarong melihat peluang dari sudut yang jarang dilirik: lahan tidur. Tanah-tanah kosong yang selama ini terbengkalai, kini disiapkan untuk diubah menjadi sumber pangan dan penghasilan baru bagi warga.
Lurah Loa Ipuh, Erri Suparjan, menyebutkan bahwa program ini bukan sekadar aktivitas bercocok tanam biasa, tetapi bagian dari strategi memperkuat ketahanan pangan lokal, membuka lapangan kerja alternatif, serta mendorong partisipasi masyarakat dalam transformasi ekonomi kelurahan.
“Selama ini banyak lahan yang tidak dimanfaatkan. Padahal, jika dikelola dengan baik, bisa menjadi peluang ekonomi bagi keluarga sekaligus mendukung ketahanan pangan daerah,” ujar Erri saat ditemui belum lama ini.
Langkah konkret sudah dimulai. Dengan dukungan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, infrastruktur dasar seperti irigasi mulai disiapkan. Kelurahan juga mencatat adanya dukungan dari Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), yang turut mendorong percepatan optimalisasi lahan tidur.
Tidak hanya datang dari kelompok tani, usulan urban farming juga mengalir dari RT dan pemuda. Ini menandakan bahwa masyarakat Loa Ipuh siap bergerak bersama, mengubah tanah kosong menjadi kebun produktif yang bisa dimanfaatkan bersama.
“Semangat gotong royong dan rasa memiliki sudah terbentuk. Masyarakat ingin perubahan yang konkret,” tegas Erri.
Tak berhenti di situ, Kelurahan Loa Ipuh juga ingin menarik minat generasi muda untuk ikut terlibat. Menurut Erri, pertanian tak lagi identik dengan pekerjaan konvensional. Dengan penerapan teknologi seperti sistem sensor irigasi, pemasaran digital, hingga pemanfaatan drone untuk pemantauan lahan, sektor ini justru menjanjikan.
“Pertanian sekarang bisa menjadi startup yang berbasis komunitas. Anak-anak muda bisa mengembangkan bisnis tani dengan cara yang lebih modern,” ujarnya.
Sebagai bentuk dukungan, pemerintah kelurahan akan memfasilitasi pelatihan, pendampingan teknis, serta menghubungkan petani lokal dengan pasar yang lebih luas agar hasil pertanian mereka bisa terserap secara optimal.
Loa Ipuh juga membidik masa depan yang lebih besar. Jika skema urban farming ini berhasil, Erri berharap terbentuknya koperasi pangan, kelompok tani milenial, hingga pengembangan agrowisata lokal yang berbasis edukasi.
“Yang kita butuhkan hanyalah memaksimalkan potensi yang sudah ada. Dengan kerja kolektif, saya yakin pertanian di Loa Ipuh bisa menjadi percontohan,” tutupnya. (adv)