
BRAVO13.ID, Tenggarong - Air setinggi lutut menggenangi halaman rumah warga, perahu karet oranye milik BPBD Kukar melintasi jalan desa yang kini berubah menjadi sungai. Di tepi teras, seorang ibu duduk sambil menjaga anak-anaknya dan motor yang terparkir, menanti bantuan di tengah banjir yang merendam Kecamatan Tabang sejak awal pekan ini.
Rabu, 9 April 2025, menjadi hari sibuk bagi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kutai Kartanegara. Tanpa menunggu air surut, mereka langsung menerjunkan tim lengkap dengan perlengkapan evakuasi—mulai dari perahu karet, kendaraan towing, hingga logistik darurat seperti makanan siap saji, air bersih, tikar, dan selimut.
“Ini bukan soal menunggu, tapi soal menjangkau lebih dulu. Kita bergerak sejak hari pertama laporan masuk,” kata Abdal, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kukar.
Wilayah Tabang memang menjadi langganan banjir ketika curah hujan tinggi dan Sungai Belayan meluap. Namun kali ini, pendekatan BPBD berbeda. Bukan lagi sekadar respons insidentil, mereka mengembangkan sistem respon cepat yang adaptif dan berbasis data lapangan.
Tantangan yang dihadapi tak ringan. Medan sulit, akses terbatas, dan jaringan komunikasi yang minim memaksa tim menggunakan pendekatan kolaboratif. Koordinasi dengan camat, aparat desa, dan relawan lokal menjadi kunci agar distribusi bantuan tak terhambat.
“Kami terus jalin komunikasi lintas sektor. Ini kerja bersama,” ujar Abdal.
Tak hanya fokus pada evakuasi dan logistik, BPBD Kukar juga menyusun strategi jangka panjang. Penguatan sistem peringatan dini (early warning system) di desa-desa rawan banjir tengah dirancang. Ini akan dilengkapi dengan pelatihan relawan desa tangguh bencana (Destana) serta skema pelaporan cepat, baik digital maupun manual.
“Target kita bukan hanya cepat tanggap, tapi juga preventif. Kita bangun kesiapsiagaan dari desa,” tegasnya.
Banjir di Tabang kembali mengingatkan semua pihak bahwa perubahan iklim telah memperbesar risiko bencana. Tanpa sistem yang solid dan komunitas yang terlatih, dampaknya akan terus berulang dan meluas. Melalui langkah ini, BPBD Kukar ingin menunjukkan bahwa negara hadir tidak hanya dalam bentuk bantuan, tetapi juga dalam kesiapan dan pembelajaran.
Dengan respons cepat dan perencanaan jangka panjang, BPBD Kukar menata ulang cara daerah menghadapi bencana. Banjir memang tak bisa dihentikan, tapi risikonya bisa dikelola. Dan itulah yang kini sedang dibangun—dari Tabang, untuk Kutai Kartanegara yang lebih siap. (adv)