BRAVO13.ID, Samarinda - Di sebuah video yang dirilis melalui kanal YouTube pribadinya, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka berbicara lantang soal kekayaan alam Indonesia dan tantangan besar di baliknya. Ia tidak sedang berbicara dengan gaya teknokrat penuh angka, melainkan dengan nada yang mengajak berpikir ulang: apakah cukup hanya menjadi negara kaya?
“Indonesia diberkahi sumber daya alam luar biasa,” ujar Gibran. “Kita punya cadangan nikel terbesar di dunia, timah terbesar kedua, dan juga salah satu penghasil rumput laut terbesar. Tapi nyatanya, sekadar kaya saja tidak cukup.”
Menurut Gibran, kekayaan tersebut baru akan berarti jika dikelola dengan baik. Kata kuncinya: hilirisasi. Bukan semata soal industri tambang, tapi soal bagaimana sebuah negara membangun kemandiriannya melalui pengolahan, penciptaan nilai tambah, dan pemerataan manfaat.
Ia mencontohkan bauksit—bahan mentah yang sempat menjadikan Indonesia eksportir terbesar ketiga di dunia. Namun, ironisnya, Indonesia justru berada di peringkat ke-31 dalam ekspor panel surya—produk hasil olahan dari bauksit. “Padahal, ketika bauksit diolah jadi panel surya, nilainya bisa naik 194 kali lipat,” tegasnya. “Nilai tambahnya besar sekali.”
Dalam pandangannya, hilirisasi tidak boleh dipersempit hanya pada sektor minerba. Ia menyebut sektor pertanian, kelautan, perkebunan, hingga ekonomi digital sebagai ruang besar yang juga harus dijelajahi.
“Inti hilirisasi itu adalah pengolahan. Dari situlah kita tidak hanya mendapat harga jual lebih tinggi, tapi juga membuka lapangan kerja, menghidupkan UMKM, dan menambah pemasukan negara,” katanya.
Gibran juga mengajak publik membuka mata pada ironi yang selama ini terjadi: negara lain yang bahkan tidak punya sumber daya alam, bisa mengimpor bahan mentah dari negara kaya seperti Indonesia, mengolahnya, lalu mengekspornya kembali—termasuk ke Indonesia sendiri.
“Uangnya ke mana? Lapangan kerjanya dinikmati siapa? Ya negara yang mengolah itu,” ujarnya sambil mengajak Indonesia agar tak hanya menjadi penonton dalam sistem ekonomi global.
Seruan itu ia ulangi saat menghadiri acara Buka Puasa Bersama dengan Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) di Jakarta. Di depan para pengusaha muda, Gibran menyebut hilirisasi sebagai jalan keluar dari middle income trap dan cara nyata membuka lapangan kerja.
“Dengan hilirisasi, kita bisa serap tenaga kerja lokal sebanyak-banyaknya,” ujar eks Wali Kota Solo itu.
Namun, ia juga menekankan bahwa hilirisasi tidak boleh mengabaikan aspek lingkungan dan sosial. "Kita harus mengedepankan keberlanjutan. Jangan hanya mengejar untung, tapi juga jaga masa depan," pesannya.
Dalam acara bertajuk Silaturahmi Pengusaha Muda dalam Mewujudkan Asta Cita, Gibran juga mengajak HIPMI agar terus bersinergi dengan pemerintah. Ia menyebut program pembangunan nasional seperti Asta Cita tidak akan berjalan tanpa dukungan generasi muda.
Menurutnya, era 2020–2030 adalah masa bonus demografi yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin, terutama lewat penciptaan ekosistem usaha yang padat karya dan inklusif.
“Saya juga titip, jangan lupa gandeng nelayan, petani, dan UMKM. Kita butuh pertumbuhan yang merata,” imbuhnya.
Di penghujung acara, Gibran mengajak lebih banyak anak muda untuk bergabung dalam HIPMI. “Buat yang belum punya usaha, atau masih UMKM, ayo gabung! Saya pun dulu pernah mulai dari menyewakan meja dan kursi,” tuturnya sambil tersenyum mengenang masa awalnya berbisnis.
Baginya, HIPMI bukan sekadar organisasi, melainkan tempat untuk tumbuh bersama. “Kalau nggak gabung HIPMI, anak muda rugi,” katanya menutup ajakan dengan penuh semangat. (*)