
BRAVO13.ID, Tenggarong – Waktu tak banyak tersisa. Hanya 30 hari menuju Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada 2025 di Kutai Kartanegara, sebuah momen krusial yang bukan hanya menentukan siapa yang akan memimpin lima tahun ke depan, tetapi juga menjadi ujian bagi integritas demokrasi lokal.
Setelah proses pemilu sebelumnya menuai putusan untuk diulang, harapan masyarakat kini mengarah pada pelaksanaan PSU yang jujur, adil, dan transparan. Untuk itulah, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara tak menunggu lama. Pada Rabu (19/3/2025), Bupati Kukar Edi Damansyah memimpin langsung penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dan adendumnya sebagai bentuk komitmen pendanaan kepada penyelenggara dan pengamanan PSU.
Penandatanganan dilakukan bersama KPU Kukar, Bawaslu Kukar, Polres Kukar, Kodim Kukar, serta Polres dan Kodim Bontang, bertempat di Ruang Eksekutif Kantor Bupati. Momen ini bukan sekadar seremoni, tapi penegasan bahwa Pemkab hadir penuh dalam memastikan PSU berjalan sesuai harapan masyarakat.
“Kita semua bertanggung jawab. Ini bukan tentang angka, tapi tentang kepercayaan publik yang harus kita rawat dan jaga,” ujar Edi Damansyah dengan nada serius.
Ia menjelaskan bahwa anggaran yang dialokasikan berasal dari APBD Kukar dan telah disusun secara efisien, mengacu pada arahan Kementerian Dalam Negeri dan menyesuaikan kebutuhan riil lapangan—dari pengadaan logistik, kesiapan SDM, hingga pengamanan ekstra di titik-titik strategis.
Dalam atmosfer politik yang kembali memanas, kehadiran aparat keamanan menjadi krusial. Dukungan dari TNI-Polri diharapkan dapat menjaga ketertiban selama seluruh tahapan PSU berlangsung.
“Jangan sampai ada ruang bagi keraguan publik. PSU ini harus jadi titik balik kepercayaan rakyat terhadap proses demokrasi di daerah kita,” tambah Edi.
Bagi Edi Damansyah, momen ini lebih dari sekadar memenuhi prosedur. Ini tentang memastikan bahwa suara rakyat tidak hanya dihitung, tapi dihargai. PSU menjadi kesempatan kedua, dan kesempatan ini tak boleh disia-siakan.
Dengan komitmen yang terbangun dari seluruh unsur—pemerintah, penyelenggara, dan pengaman—Kutai Kartanegara menatap PSU bukan sebagai beban, melainkan sebagai panggilan untuk membuktikan bahwa demokrasi bisa berjalan dengan bermartabat. Bahwa pemilu ulang bukan akhir dari cerita, melainkan awal yang lebih jujur. (adv)