
BRAVO13.ID, Samarinda - “Kami mengajar, bukan untuk dipenjarakan.” Kalimat itu menggema di ruang-ruang diskusi para guru yang kini makin resah menghadapi tuntutan zaman. Bukan hanya soal kurikulum dan metode pengajaran, tapi juga ketakutan terjerat masalah hukum karena hal-hal sepele yang disalahartikan.
Kekhawatiran itu akhirnya sampai ke meja legislatif. Pada Rabu (19/3/2025), DPRD Samarinda menggelar rapat dengar pendapat bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) untuk membahas rencana penyusunan Peraturan Daerah (Perda) tentang Perlindungan Guru dan Tenaga Kependidikan.
Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Muhammad Novan Shahronny Pasie, menjelaskan bahwa urgensi perda ini muncul dari keresahan yang nyata di kalangan tenaga pendidik. Banyak guru merasa terancam dengan potensi jerat hukum yang bisa muncul sewaktu-waktu, bahkan dari tindakan yang sebenarnya tidak disengaja.
“Banyak guru yang khawatir akan tersandung masalah hukum, bahkan akibat kesalahan kecil. Oleh karena itu, diperlukan regulasi yang mampu melindungi mereka dari potensi kesalahpahaman yang bisa berdampak buruk,” kata Novan.
Diskusi tak hanya membahas soal perlindungan hukum, tetapi juga berbagai tekanan sosial yang kini kian membebani profesi guru—mulai dari kasus pelecehan, hingga dampak penyebaran informasi viral yang belum tentu benar. Dalam banyak kasus, guru kerap menjadi sasaran opini publik yang kejam, bahkan sebelum ada pembuktian.
“Ini bukan sekadar soal hukum, tapi juga soal ketenangan batin. Bagaimana guru bisa mendidik dengan sepenuh hati jika setiap langkahnya terancam pelaporan?” ujar salah satu perwakilan MKKS yang hadir.
Namun demikian, Novan menegaskan bahwa pembentukan perda ini tidak bisa terburu-buru. Saat ini, usulan tersebut belum masuk dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah (Pro-Pemperda) dan masih perlu melalui berbagai tahapan, termasuk kajian dari organisasi profesi seperti PGRI dan para ahli hukum.
“Kami ingin perda ini benar-benar kuat dan tidak sebatas simbolik. Maka, prosesnya akan melibatkan banyak pihak agar hasilnya menyentuh kebutuhan nyata di lapangan,” tegas Novan.
Di tengah dunia pendidikan yang terus berubah dan kompleksitas sosial yang semakin tinggi, langkah DPRD ini menjadi secercah harapan. Sebuah upaya untuk memastikan bahwa guru—pilar utama pendidikan—tidak hanya diminta untuk mendidik generasi masa depan, tetapi juga diberi ruang aman untuk melakukannya.
Karena pada akhirnya, sebuah bangsa tidak akan pernah lebih maju dari kualitas pendidiknya—dan kualitas itu tidak tumbuh dalam bayang-bayang rasa takut. (adv)