
BRAVO13.ID, Samarinda – Jalan-jalan rusak yang belum sempat diperbaiki, kebutuhan rumah layak huni yang terus mengantre, hingga proyek pengentasan banjir yang tertunda — itulah kenyataan yang dihadapi banyak daerah, termasuk Samarinda. Kini, tantangan itu diperparah dengan pemangkasan anggaran negara sebesar Rp306,69 triliun oleh pemerintah pusat.
Keputusan ini diumumkan Presiden Prabowo Subianto sebagai bagian dari upaya efisiensi fiskal, namun dampaknya langsung dirasakan hingga ke level kota. Ketua Komisi I DPRD Samarinda, Samri Shaputra, menyuarakan kegelisahannya. Menurutnya, pemotongan tersebut berisiko menghambat laju pembangunan yang selama ini sudah terseok-seok karena keterbatasan dana.
“Anggaran yang tersedia sekarang saja belum cukup. Kalau dipotong lagi, bagaimana kami bisa membangun? Bagaimana kami bisa memenuhi kebutuhan dasar masyarakat?” ujar Samri dengan nada prihatin, Senin (17/3/2025).
Data menunjukkan betapa besarnya skala pemangkasan. Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) mengalami pengurangan anggaran drastis sebesar Rp4,81 triliun, atau sekitar 75,2 persen dari total sebelumnya Rp6,39 triliun. Kementerian Pekerjaan Umum pun tak luput, dipangkas hingga Rp81,38 triliun (73,34 persen), dan Kementerian Perumahan serta Kawasan Permukiman kehilangan Rp3,66 triliun (69,4 persen dari pagu awal).
Sementara itu, APBD Kota Samarinda tahun 2025 justru menurun dibanding tahun sebelumnya — dari Rp5,1 triliun menjadi Rp4,9 triliun. “Kami sudah harus bekerja dengan anggaran terbatas. Lalu sekarang, dukungan dari pusat juga dikurangi. Ini akan sangat menyulitkan,” kata Samri.
Menurutnya, banyak program yang berisiko tertunda atau bahkan dibatalkan, mulai dari perbaikan infrastruktur dasar, bantuan sosial, hingga peningkatan layanan publik. Ia menilai pemerintah pusat seharusnya lebih peka terhadap kondisi riil di daerah, terutama kota-kota yang menjadi penopang utama pembangunan nasional.
Di akhir pernyataannya, Samri mengimbau agar pemerintah pusat tidak hanya melihat angka-angka dalam neraca, tetapi juga manusia di baliknya — masyarakat daerah yang menggantungkan harapan pada pembangunan yang adil dan berkelanjutan. “Kami berharap pemerintah pusat bisa mempertimbangkan kembali kebijakan ini. Jangan sampai daerah justru jadi korban dari keputusan efisiensi yang tidak memperhitungkan realitas lapangan,” tegasnya.
Pemangkasan anggaran mungkin terlihat seperti strategi makro fiskal dari pusat. Namun di Samarinda, dampaknya bisa berarti satu sekolah tidak dibangun, satu jalan tetap rusak, atau satu keluarga gagal mendapatkan air bersih. Dan itu, bagi Samri, terlalu mahal untuk dikorbankan. (adv)