
BRAVO13.ID, Samarinda – Dana miliaran rupiah dari anggaran daerah yang semestinya digunakan untuk mendongkrak perekonomian justru ‘menguap’ tanpa hasil. Sejumlah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Samarinda dilaporkan mengalami kerugian, menimbulkan kegelisahan di kalangan masyarakat dan sorotan tajam dari wakil rakyat.
Ketua Komisi II DPRD Samarinda, Iswandi, angkat bicara dengan nada tegas. Ia menekankan bahwa keberadaan BUMD seharusnya menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi lokal, bukan justru menjadi beban keuangan daerah. “BUMD harusnya menghasilkan keuntungan. Kalau malah merugi, untuk apa ada?” ujar Iswandi, Rabu (12/3/2025).
Menurutnya, pendirian BUMD menggunakan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang pada dasarnya adalah uang rakyat. Karena itu, pengelolaan BUMD harus dilakukan dengan standar profesional tinggi, disertai transparansi dan akuntabilitas yang ketat.
Iswandi menyayangkan jika potensi besar BUMD hanya dimanfaatkan sebagai tempat penempatan orang-orang dekat kekuasaan. “Saya tidak ingin BUMD hanya jadi tempat bagi orang-orang tertentu. Jika tak dapat memberikan keuntungan, lebih baik dana yang ada diparkirkan di bank saja,” kritiknya.
BUMD di Samarinda sendiri terbagi ke dalam dua kategori: Perusahaan Umum Daerah (Perumda) dan Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda), yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh pemerintah daerah. Idealnya, entitas ini tidak hanya menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), tetapi juga mendorong kesejahteraan masyarakat melalui layanan dan produk yang efisien.
Namun, kenyataannya jauh panggang dari api. Kinerja sebagian BUMD justru menunjukkan ketidakberesan manajerial yang berujung pada kerugian. Iswandi mendesak agar Pemerintah Kota Samarinda segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh BUMD yang ada.
“Sudah saatnya kita bicara manfaat riil. Kalau BUMD tidak dikelola dengan benar, masyarakatlah yang menanggung akibatnya,” tegasnya.
Di tengah harapan besar masyarakat terhadap keberpihakan pemerintah dalam pemanfaatan uang daerah, kritik Iswandi menjadi pengingat penting: bahwa setiap rupiah dari APBD seharusnya kembali dalam bentuk manfaat nyata, bukan dalam laporan rugi tahunan yang terus berulang. (adv)