
BRAVO13.ID, Samarinda – Di tengah polemik pembayaran upah pekerja proyek Teras Samarinda, tekanan agar Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Samarinda, Desy Damayanti, dicopot semakin menguat. Isu ini mencuat setelah Wali Kota Samarinda, Andi Harun, mengungkapkan bahwa Desy sedang mengalami masalah kesehatan, yang diduga menjadi salah satu penyebab ketidakhadirannya dalam beberapa rapat dengar pendapat (RDP) dengan DPRD Samarinda.
Ketidakhadiran Desy dalam sejumlah pertemuan penting ini memicu pertanyaan, terutama terkait efektivitas kinerja dinas yang ia pimpin. Salah satu yang disorot adalah keterlambatan pembayaran upah pekerja proyek Teras Samarinda, yang berujung pada mediasi yang difasilitasi oleh Kejaksaan Negeri Samarinda. Dalam mediasi tersebut, disepakati bahwa pembayaran upah sebesar Rp 357.545.200 akan diselesaikan paling lambat pada 24 Maret 2025.
Anggota Komisi III DPRD Samarinda, Abdul Rohim, menegaskan bahwa keputusan mencopot atau mempertahankan Kepala Dinas PUPR sepenuhnya berada di tangan Wali Kota sebagai hak prerogatifnya. “Penggantian Kepala Dinas PUPR adalah hak penuh Wali Kota, karena kepala dinas adalah bawahan langsung dari Wali Kota,” ujar Rohim, Selasa (11/3/2025).
Rohim menambahkan bahwa hak prerogatif tersebut memberikan keleluasaan bagi kepala daerah untuk mengambil keputusan tanpa persetujuan dari lembaga lain. Oleh karena itu, Wali Kota Andi Harun memiliki wewenang penuh dalam menentukan nasib Desy di jajaran pemerintahannya. Jika dinilai tidak mampu menjalankan tugasnya dan menghambat pencapaian janji politik, pergantian pejabat menjadi opsi yang perlu dipertimbangkan. Namun, jika masalah kesehatan yang dialami Desy tidak memengaruhi kinerjanya secara signifikan, maka hal itu seharusnya bukan persoalan utama.
Sementara itu, DPRD lebih memilih fokus pada penyelesaian pembayaran upah pekerja proyek Teras Samarinda terlebih dahulu. Setelah persoalan tersebut selesai, barulah evaluasi terhadap proyek-proyek lainnya akan dilakukan. “Meskipun masalah ini berkaitan dengan PUPR, pada akhirnya masyarakat akan menuntut pertanggungjawaban dari Wali Kota,” tambah Rohim.
Dalam pertemuan dengan DPRD, Wali Kota Andi Harun menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan permasalahan ini, termasuk mencari solusi efisiensi anggaran agar ke depannya tidak terjadi kendala serupa. “Kami berharap mediasi yang difasilitasi oleh Kejari pada Kamis (6/3/2025) lalu bisa menjadi bagian dari upaya penyelesaian ini,” ujar Rohim.
Di tengah situasi ini, keputusan Wali Kota Andi Harun menjadi sorotan. Apakah ia akan mempertahankan Desy Damayanti dengan segala keterbatasannya, atau memilih langkah tegas demi menjaga efektivitas kinerja pemerintahannya? Jawabannya akan menentukan arah kebijakan pembangunan Samarinda ke depan, di tengah tuntutan publik yang semakin keras. (adv)