Bravo 13
Sawah Menyusut, Bukit Terkikis: Warga Buana Jaya Terdesak Ekspansi TambangDulu hamparan hijau menyelimuti Buana Jaya. Kini, debu mengepul, jalan berlubang, dan dentuman alat berat menggema—tambang kian mendekat.
Oleh Handoko2025-03-13 15:27:00
Sawah Menyusut, Bukit Terkikis: Warga Buana Jaya Terdesak Ekspansi Tambang
Hamparan sawah hijau di Desa Buana Jaya tampak masih bertahan di tengah perubahan lingkungan. Di kejauhan, bukit yang mulai terkikis menjadi pertanda ekspansi tambang yang semakin mendekat ke permukiman warga. (istimewa)

BRAVO13.ID, TENGGARONG SEBERANG -Matahari baru saja condong ke barat ketika suara dentuman terdengar berulang dari kejauhan. Di Desa Buana Jaya, Kecamatan Tenggarong Seberang, jarak antara rumah-rumah warga dan aktivitas pertambangan semakin mengecil. Hanya sekitar 75 meter, cukup dekat untuk membuat dinding rumah bergetar setiap kali alat berat beroperasi.

Desa Buana Jaya perlahan kehilangan wajah lamanya. Dahulu, desa ini dipenuhi hamparan hijau dan lahan pertanian yang subur, tetapi kini pemandangan tersebut tergantikan oleh tanah merah kehitaman yang menggunung dan jalanan yang penuh lubang akibat kendaraan berat yang hilir-mudik. Beberapa ruas jalan telah diperbaiki dengan pengecoran ulang, namun tetap tak mampu mengimbangi dampak lalu lintas tambang yang terus meningkat.

Di tepian desa, sawah yang masih bertahan tampak seperti garis pemisah terakhir antara kehidupan lama dan ekspansi tambang yang kian agresif. Kontras antara kehijauan dan lahan terbuka yang tandus mencerminkan bagaimana pergeseran fungsi lahan terjadi dengan cepat. Di beberapa titik, alat berat bekerja tanpa henti, mengeruk tanah, sementara truk-truk besar melaju membawa hasil tambang. Debu membubung ke udara, menyelimuti rumah-rumah warga dalam lapisan tipis partikel yang sulit dihindari. Bukit yang dulunya menjadi pelindung alami desa kini mulai terkikis, meninggalkan jejak batuan tandus yang mengisyaratkan perubahan yang tak bisa dihentikan.

Diketahui, perusahaan yang mengelola tambang di kawasan itu, memegang izin usaha pertambangan (IUP) yang mencakup bukan hanya wilayah Desa Buana Jaya, tapi juga Bukit Pariaman. Namun, keberadaan tambang ini memicu berbagai pertanyaan, terutama mengenai dampaknya terhadap warga yang bermukim di sekitarnya.

Seorang warga desa yang tak mau namanya di sebut, membenarkan bahwa tambang tersebut memang berada hanya 75 meter dari rumah-rumah warga. Jarak yang begitu dekat ini menimbulkan keresahan di tengah masyarakat, bukan hanya karena kebisingan, tetapi juga debu yang terus beterbangan dan limbah air yang diduga berasal dari aktivitas pertambangan.

Sayangnya, hingga saat ini, belum ada respons dari pihak perusahaan. "Keluhan-keluhan sudah ada, tetapi belum direspons. Mungkin karena warga juga belum melaporkannya ke dinas terkait," ujarnya.

Di sisi lain, Sekretaris Desa Buana Jaya, Ahmad Wondo, menilai ada dua sisi dari keberadaan tambang ini. "Banyak yang dulu tak mampu kuliah, kini bisa. Ada yang dulunya jalan kaki, sekarang bisa beli motor atau mobil. Harga tanah juga naik," ujarnya.

Namun, bagi mereka yang tidak menerima kompensasi, perubahan ini lebih banyak mendatangkan kesulitan. "Yang tidak dapat ganti rugi mungkin merasa terganggu dengan kebisingan, debu, dan panas," tambahnya.

Keberadaan tambang memang kerap menjadi pedang bermata dua bagi masyarakat sekitar. Di satu sisi, ia membawa peluang ekonomi, namun di sisi lain, ia juga menghadirkan tantangan lingkungan dan sosial. Kini, warga Buana Jaya hanya bisa menanti, apakah suara mereka akan didengar, atau harus terus hidup dalam bayang-bayang tambang yang kian mendekat. (*)

Dapatkan informasi dan insight pilihan bravo13.id

Berita Terkait