BRAVO13.ID, Samarinda – Kalimantan Timur memiliki segalanya: sumber daya alam yang melimpah, peluang ekonomi yang luas, serta dukungan infrastruktur yang semakin berkembang. Namun, satu elemen yang seharusnya menjadi motor penggerak ekonomi daerah justru tertatih-tatih: perusahaan daerah (perusda).
Berpuluh tahun, perusda-perusda di Kaltim berdiri dengan harapan menjadi pilar ekonomi yang berkontribusi besar bagi pendapatan asli daerah (PAD). Namun realitasnya, perusahaan-perusahaan ini lebih banyak bergantung pada pihak lain daripada menciptakan inovasi dan diversifikasi usaha sendiri.
Terjebak dalam Ketergantungan
Ambil contoh PT Migas Mandiri Pratama (MMP). Perusahaan ini seharusnya menjadi garda terdepan dalam industri energi Kaltim, tetapi kenyataannya, ia hanya mengandalkan participating interest (PI) dari Blok Mahakam. Tahun lalu, pemasukan dari PI masih sebesar Rp200 miliar, tetapi tahun ini anjlok drastis menjadi Rp75 miliar. Ketergantungan ini bukan hanya membuat MMP pasif, tetapi juga membahayakan stabilitas keuangannya sendiri.
Fenomena serupa terjadi pada Perusda Kelistrikan yang masih mengandalkan kerja sama dengan PT CFK dan Perusda Bara Kaltim Sejahtera (BKS) yang bertumpu pada MSJ. Alih-alih membangun usaha mandiri, perusda-perusda ini lebih banyak menunggu bola daripada bermain agresif di pasar yang kompetitif.
Wakil Gubernur Seno Aji pun mengamini kondisi ini. “BKS hanya mengandalkan MSJ. Kita tidak bisa terus bergantung seperti ini,” ujarnya, dilansir dari lama resmi Pemprov Kaltim, Sabtu, 8 Maret 2025, menyoroti lemahnya inisiatif bisnis yang dilakukan oleh perusda-perusda tersebut. Gagasan untuk memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada BKS menjadi salah satu opsi yang dipertimbangkan, agar perusda ini bisa menambang dan menjual hasil tambangnya sendiri tanpa bergantung pada pihak lain.
Peluang Besar, Tapi Minim Eksekusi
Padahal, jika melihat peta ekonomi Kaltim, peluang bisnis bagi perusda terbentang luas. Dari pengelolaan sumber daya alam hingga sektor jasa yang berkembang seiring dengan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), potensi besar ini seharusnya dapat dimanfaatkan. Namun, laporan kinerja perusda justru menunjukkan bahwa peluang besar ini dibiarkan berlalu begitu saja.
Kritik keras datang dari Gubernur Rudy Mas’ud yang menilai bahwa kontribusi perusda sangat kecil dan tidak sebanding dengan modal besar yang telah dikucurkan oleh pemerintah daerah. Sejumlah perusda bahkan masih terseok-seok dalam mengoptimalkan aset yang mereka miliki.
Salah satu contoh nyata adalah Perusda Melati Bakti Satya (MBS), yang seharusnya bisa lebih leluasa dalam mengelola aset di Kaltim Kariangau Terminal (KKT) Balikpapan. Namun, hingga kini, keuntungannya masih terbatas karena keterikatan dengan pihak lain. Wagub Seno Aji menegaskan bahwa negosiasi dengan Pelindo harus segera dilakukan agar Kaltim bisa mendapatkan porsi lebih besar dari KKT. “Kalau Pelindo tidak mau, maka kita harus duduk bersama untuk memastikan bahwa hasil bagi KKT lebih bagus lagi untuk Kaltim,” katanya.
Mendesak: Reformasi Perusda, atau Tergerus Pasar
Jika perusda-perusda ini tidak segera berbenah, maka bukan hanya pendapatan daerah yang terdampak, tetapi eksistensi mereka sendiri akan semakin terancam. Pasar tidak menunggu, dan jika perusda tetap pasif, perusahaan swasta akan mengambil alih peluang yang ada.
Dibandingkan dengan perusahaan daerah di provinsi lain yang agresif dalam mencari peluang bisnis, perusda Kaltim masih terlihat konservatif dalam strategi mereka. Alih-alih ekspansi dan inovasi, sebagian besar hanya mengandalkan pola kerja sama yang sudah ada, meskipun jelas hasilnya belum optimal.
Reformasi total dalam sistem pengelolaan perusda menjadi satu-satunya solusi yang masuk akal. Tanpa strategi bisnis yang jelas dan mandiri, perusda Kaltim hanya akan menjadi beban keuangan daerah, bukan aset berharga yang mampu menggerakkan perekonomian. Gubernur Rudy Mas’ud telah menyampaikan kekecewaannya, tetapi lebih dari sekadar kritik, yang dibutuhkan saat ini adalah langkah konkret agar perusda benar-benar bisa berkontribusi, bukan sekadar eksis di atas kertas. (*)