BRAVO13.ID, Samarinda - Sudah lebih dari dua bulan, Rina, seorang guru honorer di Samarinda, harus mencari cara agar dapurnya tetap mengepul. Sejak Januari 2025, gajinya tak kunjung cair, memaksanya berutang ke warung langganan dan menunda pembayaran uang sekolah anaknya. Rina bukan satu-satunya. Ribuan guru honorer SMA/SMK di Kalimantan Timur mengalami nasib serupa—bekerja tanpa kepastian kapan hak mereka akan diberikan.
"Saya sudah pinjam uang ke sana-sini. Kalau bulan ini tetap belum dibayar, saya tidak tahu harus bagaimana lagi," keluh Rina, yang kini semakin pesimis dengan janji pemerintah.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur akhirnya memberikan kepastian, meski terasa terlambat. Wakil Gubernur Kaltim, Seno Aji, menegaskan bahwa pembayaran tunggakan gaji guru honorer SMA/SMK dari Januari 2025 hingga saat ini akan diselesaikan pada Senin, 10 Maret 2025.
"Kami menargetkan pembayaran selesai pada 10 Maret. Beberapa kepala sekolah sudah menyelesaikan Surat Perjanjian Kerja (SPK) guru, dan sebagian gaji sudah dicairkan," ujar Seno di Samarinda, Sabtu (8/3).
Namun, bagi para guru, penjelasan ini justru memicu pertanyaan baru: Mengapa persoalan administrasi harus mengorbankan kesejahteraan mereka?
Birokrasi Lamban, Guru yang Menanggung Beban
Seno menyebutkan bahwa kendala utama keterlambatan ini adalah lambannya kepala sekolah dalam menyerahkan SPK, dokumen yang menjadi dasar hukum pembayaran gaji.
"Setelah kami periksa dan bertanya ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, ternyata kepala sekolah belum menyerahkan SPK dari para guru. Ini menjadi kendala utama," katanya.
Namun, guru-guru mempertanyakan mengapa tidak ada langkah antisipasi sejak awal tahun untuk memastikan proses administrasi ini berjalan lancar. Rina dan rekan-rekannya justru merasa seperti bola yang dilempar ke sana-sini tanpa solusi yang cepat.
"Apakah kami harus mogok mengajar agar pemerintah sadar bahwa kami juga butuh hidup?" ujar seorang guru honorer di Balikpapan yang enggan disebut namanya.
Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kaltim, Rahmat Ramadhan, mengakui pihaknya sudah berulang kali mengingatkan kepala sekolah untuk segera menyerahkan SPK. Namun hingga awal Maret, masih banyak berkas yang belum lengkap.
"Kami sudah menetapkan batas waktu hingga 7 Maret. Tapi tetap saja ada kepala sekolah yang belum menyerahkan berkas, padahal ini sangat krusial bagi nasib guru-guru kita," ungkapnya.
Rahmat berjanji bahwa bagi guru yang telah melengkapi berkas, gaji akan segera dicairkan. Tetapi bagi mereka yang masih terkendala administrasi, nasibnya masih abu-abu.
Janji yang Harus Ditepati, Bukan Sekadar Ditunda
Pemerintah Kaltim memastikan seluruh tunggakan akan diselesaikan paling lambat akhir Maret. Namun, bagi para guru honorer, janji ini terdengar seperti pengulangan dari keterlambatan yang terus terjadi setiap tahun.
"Kami sudah terlalu sering mendengar kata 'sabar'. Sampai kapan harus menunggu? Kami bekerja, kami mendidik anak bangsa, tapi hak kami seakan bisa ditunda sesuka hati," kata seorang guru di Kutai Kartanegara.
Di tengah ketidakpastian ini, para guru hanya berharap bahwa kali ini janji pemerintah bukan sekadar kata-kata. Sebab bagi mereka, setiap hari tanpa gaji bukan sekadar angka dalam laporan keuangan, tetapi perjuangan nyata untuk tetap bertahan hidup. (*)