Bravo 13
Pembantai Harimau Sumatera di Riau Diduga Profesional, Jaringan Perdagangan Ilegal?**Di tengah hutan yang semakin terdesak, seekor harimau Sumatera terjerat. Bukan diselamatkan, ia justru dibantai, dikuliti, dan dijual.**
Oleh Handoko2025-03-07 01:39:00
Pembantai Harimau Sumatera di Riau Diduga Profesional, Jaringan Perdagangan Ilegal?
Petugas menunjukkan bagian tubuh harimau Sumatera yang telah dikuliti dan dicincang oleh pelaku di Rokan Hulu, Riau. (Foto: Polres Rokan Hulu)

BRAVO13.ID, Riau - Seekor harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang seharusnya menjadi simbol megah hutan tropis Indonesia harus menemui akhir tragis di tangan manusia. Setelah terjerat perangkap babi hutan di Desa Tibawan, Kecamatan Rokan IV Koto, Kabupaten Rokan Hulu, Riau, harimau langka ini bukan hanya gagal diselamatkan, tetapi justru dibunuh, dikuliti, dan dicincang oleh orang-orang yang kini berstatus tersangka. Peristiwa ini menambah deretan panjang ancaman bagi spesies yang sudah di ambang kepunahan.

Harimau yang Menghilang

Kapolres Rokan Hulu, AKBP Budi Setiyono, mengungkapkan bahwa informasi pertama kali diterima pada Minggu (2/3) siang. Seorang warga Desa Tibawan melaporkan bahwa seekor harimau terperangkap dalam jerat yang dipasang di area perkebunan. Polisi bersama Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau segera menyiapkan langkah evakuasi untuk menyelamatkan satwa yang dilindungi itu.

Namun, keesokan harinya, Senin (3/3) pagi, tim yang kembali ke lokasi justru mendapati bahwa harimau tersebut sudah tidak ada. Kejanggalan mulai muncul ketika ditemukan jejak ban mobil di sekitar lokasi jerat. Polisi segera melakukan penyelidikan dan menemukan sebuah kendaraan yang dicurigai di tempat pencucian mobil di Ujungbatu.

“Mobil tersebut dalam keadaan sangat kotor di bagian belakang dan banyak bekas kotoran hewan,” ujar Budi. Dugaan pun mengarah pada kemungkinan bahwa harimau telah dipindahkan secara ilegal.

Dibunuh dan Dicincang

Setelah melakukan pembuntutan terhadap kendaraan tersebut, polisi akhirnya berhasil menghadang mobil di Kelurahan Rokan. Di dalamnya, ada tiga orang yang langsung diamankan untuk diperiksa lebih lanjut. Dari keterangan mereka, terungkap bahwa harimau tersebut telah dibawa ke Dusun Kubudienau, Desa Cipang Kiri Hilir.

“Kami langsung bergerak ke lokasi, namun sayangnya sudah terlambat. Harimau itu telah dibunuh, dikuliti, dan dicincang oleh para pelaku,” kata Budi.

Enam orang yang diduga terlibat dalam pembantaian ini segera diamankan. Mereka adalah Sailandra (58), Levis (32), Zulimat (54), Rizal (34), Emen (42), dan Endang (76). Barang bukti yang berhasil disita antara lain mobil yang digunakan untuk membawa bangkai harimau, karung berisi daging dan tulang belulang, serta berbagai peralatan seperti parang dan tali jerat.

Perburuan Profesional

Kepala BBKSDA Riau, Genman Suhefti Hasibuan, menyebutkan bahwa modus operasi yang digunakan dalam kasus ini menunjukkan keterlibatan pelaku yang sudah terbiasa berburu satwa liar.

“Dilihat dari cara kerjanya, ini sepertinya dilakukan oleh profesional,” kata Genman. Ia menjelaskan bahwa jerat yang digunakan merupakan jenis kawat sling, alat yang kerap digunakan oleh pemburu liar karena efektif menjebak hewan besar.

Lebih jauh, ia menduga bahwa kasus ini bukan hanya sekadar pembunuhan satwa liar, tetapi juga bisa terkait dengan jaringan perdagangan ilegal harimau Sumatera. “Kulit harimau memiliki nilai jual tinggi di pasar gelap, sementara tulang dan dagingnya sering digunakan untuk pengobatan tradisional,” tambahnya.

Tragedi Konservasi

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Kehutanan, Satyawan Pudyatmoko, mengecam keras kejadian ini dan menegaskan bahwa pemerintah akan menindak tegas pelaku sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

“Kejadian ini menjadi peringatan serius terhadap ancaman yang masih dihadapi spesies langka ini dan menegaskan kembali komitmen kami dalam melindungi keanekaragaman hayati Indonesia,” kata Satyawan.

Ia juga menyerukan peran aktif masyarakat dalam upaya konservasi, termasuk tidak memasang jerat di hutan, tidak memburu satwa liar, serta melaporkan aktivitas ilegal kepada pihak berwenang.

Kasus pembantaian harimau Sumatera ini bukan hanya sekadar tindak kejahatan terhadap satu individu satwa, tetapi juga menjadi alarm keras bagi masa depan konservasi. Di tengah upaya keras para pegiat lingkungan untuk melindungi spesies yang semakin terdesak, masih ada pihak yang tega memperdagangkan kehidupan liar demi keuntungan. Harimau Sumatera kini tinggal tersisa sekitar 600 ekor di alam liar. Jika praktik seperti ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin kelak kita hanya bisa mengenang kehadirannya melalui gambar dan cerita belaka. (*)

Dapatkan informasi dan insight pilihan bravo13.id

Berita Terkait