
BRAVO13.ID, Samarinda - Hujan deras yang mengguyur Samarinda kerap menjadi mimpi buruk bagi warganya. Genangan air yang tak kunjung surut, ruas jalan yang berubah menjadi lautan lumpur, serta kemacetan yang makin parah adalah pemandangan akrab di ibu kota Kalimantan Timur ini. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, kondisi itu mulai berubah. Infrastruktur yang dulu sekadar tambal sulam kini dibangun dengan visi jangka panjang. Hal ini mendapat apresiasi dari Komisi III DPRD Samarinda, yang menilai Wali Kota Andi Harun telah menciptakan standar baru dalam perencanaan tata kota.
Ketua Komisi III, Deni Hakim Anwar, menegaskan bahwa langkah-langkah yang diambil Andi Harun tidak hanya memperbaiki kondisi fisik kota, tetapi juga menghadirkan perubahan fundamental. Salah satu proyek paling berdampak adalah normalisasi Sungai Karang Mumus. Selama bertahun-tahun, sungai yang harusnya menjadi urat nadi kota malah berubah menjadi ancaman. Debit air yang tak terkendali menyebabkan banjir berkepanjangan, menghancurkan permukiman, dan memperburuk sanitasi lingkungan. Melalui program normalisasi, ancaman itu perlahan terkendali.
"Normalisasi Sungai Karang Mumus bukan hanya proyek pengerukan biasa, tetapi sebuah perubahan paradigma dalam pembangunan kota. Ini bukan sekadar mengatasi banjir, tetapi juga mengembalikan fungsi sungai sebagai bagian dari ekosistem perkotaan," kata Deni.
Selain penanganan banjir, permasalahan kemacetan juga menjadi fokus utama pembangunan Samarinda. Proyek terowongan di Jalan Otto Iskandardinata menjadi salah satu solusi inovatif dalam mengatasi kemacetan di pusat kota. Dengan konstruksi yang seluruhnya menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), proyek ini membuktikan bahwa pembangunan dapat berjalan tanpa ketergantungan pada skema pendanaan swasta. Langkah ini dinilai sebagai wujud komitmen pemerintah dalam memanfaatkan anggaran secara optimal untuk kepentingan masyarakat.
Tidak berhenti di situ, wajah Samarinda juga mengalami perubahan melalui revitalisasi Pasar Pagi. Dahulu, pasar ini identik dengan kesemrawutan dan fasilitas yang tak layak. Kini, citranya berubah menjadi pasar yang lebih modern dan tertata, memberikan kenyamanan bagi pedagang maupun pengunjung. Deni menilai keberhasilan ini dapat menjadi model bagi revitalisasi pasar-pasar tradisional lainnya di Samarinda.
"Revitalisasi Pasar Pagi adalah bukti bahwa pembangunan bukan hanya tentang infrastruktur besar, tetapi juga tentang meningkatkan kualitas ruang publik yang bisa langsung dirasakan masyarakat," tambahnya.
Dengan berbagai capaian tersebut, DPRD Samarinda menaruh harapan besar pada periode kedua kepemimpinan Andi Harun (2025-2030). Jika pola pembangunan yang inovatif dan berkelanjutan terus diterapkan, bukan tidak mungkin Samarinda akan menjelma menjadi kota metropolitan yang modern, nyaman, dan tertata rapi. Bukan sekadar janji, tetapi sebuah realitas yang mulai terbentuk di depan mata. (adv)