BRAVO13.ID, Balikpapan—Di sudut-sudut kota hingga pelosok desa di Kalimantan Timur, banyak keluarga masih bertahan di rumah kontrakan atau bangunan semi permanen. Harga rumah yang terus meroket, keterbatasan akses kredit, serta penghasilan yang pas-pasan membuat impian memiliki hunian sendiri semakin sulit digapai. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa lebih dari 40 persen penduduk Kaltim masih berstatus penyewa atau tinggal di rumah keluarga karena belum mampu membeli rumah sendiri.
Namun, secercah harapan kini datang dari Pemerintah Provinsi Kaltim. Gubernur Rudy Mas’ud dan Wakil Gubernur Seno Aji mengumumkan program rumah bersubsidi bagi aparatur sipil negara (ASN) dan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Kebijakan ini melengkapi prioritas pembangunan lainnya, seperti kesehatan dan pendidikan gratis, serta perbaikan infrastruktur.
Pengumuman tersebut disampaikan langsung oleh Gubernur Rudy Mas’ud saat melakukan peletakan batu pertama pembangunan perumahan bersubsidi untuk anggota Polda Kaltim di Batakan, Balikpapan, Selasa (4/3/2025). Dalam kesempatan itu, ia menegaskan bahwa rumah layak huni bukan lagi sekadar kebutuhan, tetapi hak yang harus diperjuangkan.
“Rumah bukan kemewahan, melainkan kebutuhan primer. Sandang, pangan, dan papan adalah hak dasar setiap warga. Kita tidak boleh membiarkan masyarakat Kaltim terus terjebak dalam lingkaran kontrakan atau tempat tinggal yang tidak layak,” ujar Rudy Mas’ud.
Bantuan rumah bersubsidi ini menyasar masyarakat yang memiliki penghasilan tidak tetap, seperti pedagang kecil, tukang ojek, buruh harian, hingga pekerja sektor informal lainnya. Mereka yang berpenghasilan di bawah Rp7 juta per bulan akan masuk dalam skema bantuan ini. Selain itu, para ASN yang masih belum memiliki rumah juga menjadi prioritas dalam program tersebut.
“Kami melihat banyak ASN yang sudah mengabdi bertahun-tahun tapi belum bisa memiliki rumah sendiri. Insyaallah, program ini juga akan membantu mereka,” tambah Gubernur.
Namun, Rudy Mas’ud menegaskan bahwa subsidi tidak boleh menjadi alasan bagi pengembang untuk membangun rumah dengan kualitas rendah. “Rumah subsidi bukan berarti rumah asal-asalan. Standar kualitas harus tetap dipenuhi agar rumah ini nyaman dan aman bagi penghuninya,” tegasnya.
Kebijakan ini juga sejalan dengan program nasional yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto. Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, sebelumnya mengungkapkan bahwa pemerintah pusat menargetkan pembangunan dan perbaikan tiga juta rumah bagi masyarakat Indonesia. Beberapa langkah konkret yang telah diambil termasuk penghapusan sejumlah pajak perumahan, seperti Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang kini nol persen serta pembebasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bagi MBR.
“Kebijakan Presiden adalah memberikan karpet merah untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Dengan regulasi yang dipermudah dan biaya yang ditekan, sekarang tidak ada alasan lagi bagi pengembang untuk membangun rumah dengan kualitas buruk,” ujar Maruarar.
Ia juga mengingatkan agar proyek perumahan subsidi tidak hanya mengejar jumlah unit yang dibangun, tetapi juga memastikan kualitas bangunannya tetap terjaga. “Jangan sampai penghuni kecewa karena rumah yang mereka dapatkan cepat rusak atau tidak nyaman ditinggali,” pesannya.
Bagi masyarakat Kaltim yang selama ini hanya bisa bermimpi memiliki rumah sendiri, program ini membawa harapan baru. Kini, hunian layak dan terjangkau bukan lagi sekadar angan-angan, melainkan sebuah kenyataan yang bisa segera mereka wujudkan. (*)