BRAVO13.ID, Samarinda - Di bawah sorotan mikroskop, seekor tikus kecil tampak menggeliat, bulunya lebih panjang dan lebih tebal dari tikus laboratorium biasa. Ia bukan sekadar hewan percobaan, melainkan bukti nyata dari sebuah eksperimen ambisius: langkah awal dalam upaya membangkitkan kembali mammoth berbulu yang telah punah selama ribuan tahun.
Colossal Biosciences, sebuah perusahaan bioteknologi, telah merekayasa genetika tikus untuk memiliki bulu lebat dengan memasukkan gen yang diambil dari DNA mammoth purba. Keberhasilan ini menjadi validasi awal bagi proyek de-ekstingsi mereka, yang bertujuan menghidupkan kembali mammoth berbulu dan melepasnya ke habitat aslinya di tundra.
Dengan membandingkan genom mammoth dengan DNA gajah Asia—kerabat terdekatnya—para ilmuwan mengidentifikasi delapan gen kunci yang bertanggung jawab atas karakteristik khas mammoth, seperti bulu panjang, warna cerah, dan metabolisme yang mendukung adaptasi di lingkungan ekstrem. Gen-gen ini kemudian diedit ke dalam tikus laboratorium menggunakan teknik CRISPR, menghasilkan "woolly mice" yang memiliki bulu tiga kali lebih panjang dibandingkan tikus biasa.
"Tikus ini adalah bukti bahwa pendekatan kami dalam menghidupkan kembali spesies yang punah bisa berhasil," kata Dr. Beth Shapiro, Kepala Ilmuwan Colossal. "Dari analisis genom hingga rekayasa genetika, kami kini memiliki bukti konkret bahwa metode ini dapat diterapkan."
Langkah selanjutnya adalah mengadaptasi teknik ini ke dalam gajah Asia, menciptakan generasi baru yang memiliki karakteristik mammoth. Colossal menargetkan untuk menghasilkan embrio pertama pada 2026 dan berharap dapat melihat kelahiran pertama pada 2028. Jika sukses, gajah-mammoth ini akan dilepasliarkan di kawasan tundra seperti Siberia dan Alaska.
Namun, proyek ini juga menuai skeptisisme. Beberapa ilmuwan mempertanyakan efektivitas dan implikasi etis dari eksperimen ini. Dr. Alena Pance dari University of Hertfordshire menilai bahwa teknik ini lebih berguna untuk memahami hubungan antara gen dan sifat fisik dibandingkan benar-benar membangkitkan spesies yang punah. Dr. Denis Headon dari University of Edinburgh menambahkan bahwa mengubah gajah yang relatif tidak berbulu menjadi mammoth berbulu membutuhkan lebih dari sekadar modifikasi delapan gen.
Tantangan lainnya adalah biologi reproduksi gajah. Berbeda dengan tikus yang melahirkan dalam hitungan minggu, gajah memiliki masa kehamilan 22 bulan—terlama dari semua mamalia darat—dan membutuhkan lebih dari satu dekade untuk mencapai kedewasaan seksual. Artinya, setiap generasi eksperimental akan memakan waktu puluhan tahun, menambah tantangan dalam mewujudkan proyek ini.
CEO Colossal, Ben Lamm, mengakui bahwa tidak ada jaminan keberhasilan. "Kami tidak bisa seratus persen yakin mengenai dampaknya terhadap ekosistem," katanya. "Namun, kami percaya bahwa dengan penelitian dan kehati-hatian, kami bisa memastikan bahwa proyek ini memberikan manfaat ekologis."
Jika berhasil, ini bisa menjadi pencapaian ilmiah terbesar abad ini—menghidupkan kembali spesies yang telah lama hilang. Namun, pertanyaan besar yang tersisa adalah: apakah manusia benar-benar siap untuk menghadapi konsekuensi dari membangkitkan raksasa zaman es di dunia modern? (*)