
BRAVO13.ID, Samarinda - Sore itu, Adi, seorang ayah di Samarinda, duduk gelisah di ruang tamu rumah kontrakannya. Sudah tiga kali ia berpindah alamat dalam dua tahun terakhir—bukan karena pekerjaan atau kondisi ekonomi, tetapi demi satu hal: memastikan anaknya diterima di sekolah negeri favorit melalui sistem zonasi.
Fenomena seperti yang dialami Adi bukanlah cerita asing bagi banyak orang tua di Samarinda. Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) berbasis zonasi yang seharusnya memastikan pemerataan akses pendidikan justru membuka celah praktik jual-beli alamat demi masuk ke sekolah unggulan. Iswandi, anggota DPRD Samarinda, menyoroti persoalan ini dan mengingatkan bahwa tanpa pemerataan kualitas sekolah, sistem zonasi hanya akan memperparah ketimpangan.
“Kalau sekolahnya belum merata kualitasnya, pasti ada celah. Orang bisa saja mencari alamat dekat sekolah favorit agar anaknya diterima. Ini yang berpotensi menciptakan komersialisasi pendidikan,” tegas Iswandi.
Ia menilai bahwa konsep zonasi pada dasarnya baik, yakni agar setiap siswa memiliki kesempatan yang sama dalam mengakses pendidikan berkualitas tanpa harus bersaing melalui nilai akademik semata. Namun, selama standar pendidikan di Samarinda masih timpang, sistem ini justru menimbulkan masalah baru.
“Kalau semua sekolah standarnya sudah sama, nggak akan ada yang berebut masuk sekolah tertentu. Semua orang akan merasa nyaman menyekolahkan anaknya di mana saja,” lanjutnya.
Selain itu, Iswandi mengingatkan bahwa aturan zonasi tidak boleh hanya dilihat dari aspek administratif, tetapi juga dari kesiapan infrastruktur dan tenaga pengajar di tiap sekolah. Jika tidak, sistem ini justru akan memberikan keuntungan bagi mereka yang mampu memanipulasi domisili sementara masyarakat kurang mampu semakin terpinggirkan.
Untuk itu, DPRD Samarinda berencana mengkaji lebih dalam kebijakan ini dan mendorong pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh. Harapannya, sistem zonasi benar-benar menjadi alat pemerataan pendidikan, bukan sekadar aturan yang membuka peluang ketidakadilan bagi mereka yang tidak punya privilese untuk "bermain alamat". (adv)