
BRAVO13.ID, Samarinda - Puluhan tahun warga di RT 13, Kelurahan Lok Bahu, Samarinda, hidup tenang di tanah yang mereka tempati. Mereka memiliki sertifikat hak milik, membangun rumah, bahkan menanam harapan untuk masa depan. Namun, ketenangan itu terusik ketika tiba-tiba muncul klaim bahwa tanah mereka termasuk dalam kawasan transmigrasi. Keputusan Kementerian Transmigrasi pada tahun 2023 memperparah situasi dengan memblokir penerbitan sertifikat baru oleh ATR/BPN Samarinda, membuat status kepemilikan lahan kian buram.
Kisah serupa juga terjadi di Jalan Folder Air Hitam, Kelurahan Air Hitam. Sejak bertahun-tahun lalu, delapan pemilik lahan, termasuk Drs. Chairul Anwar, menunggu hak mereka atas ganti rugi lahan yang digunakan untuk pembangunan Gedung Olahraga Anggar. Meski mereka mengantongi sertifikat resmi, hingga kini, kompensasi yang dijanjikan belum kunjung mereka terima.
Dua kasus ini mencerminkan wajah permasalahan agraria di Samarinda yang terus berulang: ketidakpastian hukum yang menghantui warga. Komisi I DPRD Samarinda, melalui ketuanya, Samri Shaputra, menyoroti urgensi penyelesaian dua sengketa lahan ini. "Kami akan terus mengawal kasus ini agar masyarakat tidak dirugikan, tetapi juga memastikan bahwa setiap tuntutan memiliki dasar hukum yang jelas," tegasnya.
Di Lok Bahu, DPRD Samarinda mendesak Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) untuk segera menelusuri apakah tanah tersebut benar termasuk dalam aset pemerintah kota atau bukan. Sementara itu, di Air Hitam, pemerintah kota meminta pemilik lahan melakukan penentuan titik koordinat ke BPN sebelum ganti rugi dilakukan. Langkah ini dinilai penting agar pembayaran diberikan kepada pihak yang sah dan menghindari potensi sengketa akibat transaksi jual beli di masa lalu.
Ketidakjelasan status tanah bukan sekadar perkara administratif, tetapi menyangkut hak dasar masyarakat atas tempat tinggal dan penghidupan. Bagi warga yang terjebak dalam ketidakpastian ini, setiap hari adalah perjuangan untuk mempertahankan hak mereka. DPRD Samarinda menegaskan bahwa pemerintah harus bergerak cepat dan tuntas dalam menyelesaikan sengketa ini. "Kami akan terus menelusuri hingga ada kejelasan, agar tak ada pihak yang dirugikan, baik masyarakat maupun pemerintah," pungkas Samri. Sebab, kepastian hukum bukan hanya janji, melainkan hak yang harus ditegakkan. (adv)