Bravo 13
SPMB Gantikan PPDB: Pemerintah Hapus Sistem Zonasi dalam Penerimaan Murid BaruSetiap tahun, ribuan orang tua cemas. Sistem zonasi kerap jadi kendala. Kini, pemerintah hapus PPDB dan terapkan SPMB demi akses pendidikan yang lebih adil.
Oleh Handoko2025-03-04 06:15:00
SPMB Gantikan PPDB: Pemerintah Hapus Sistem Zonasi dalam Penerimaan Murid Baru
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti (tengah), berbicara dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (3/3). (Humas Kemendikdasmen)

BRAVO13.ID, Jakarta - Setiap tahun, ribuan orang tua di Indonesia menghadapi dilema besar dalam penerimaan murid baru. Sistem zonasi yang diterapkan dalam PPDB kerap menimbulkan ketimpangan, di mana anak-anak dengan nilai baik terkadang tidak dapat bersekolah di tempat yang mereka inginkan hanya karena jarak rumah mereka tidak memenuhi kriteria zonasi. Di sisi lain, sekolah favorit penuh sesak, sementara sekolah-sekolah lain kekurangan murid. Kini, pemerintah mencoba mengatasi permasalahan ini dengan memperkenalkan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB), yang akan mulai diterapkan tahun ini.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, secara resmi mengumumkan kebijakan ini dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (3/3). Ia menegaskan bahwa SPMB dirancang untuk menciptakan akses pendidikan yang lebih merata dan berkeadilan bagi seluruh anak Indonesia, tanpa terbatas oleh sistem zonasi yang selama ini menuai kontroversi.

"SPMB menjadi langkah besar untuk memastikan pendidikan bermutu dapat diakses oleh semua anak Indonesia, bukan hanya mereka yang berada di zona tertentu," ujar Mu’ti.

Lebih dari sekadar menggantikan PPDB, SPMB didasarkan pada empat pilar utama: pendidikan bermutu untuk semua, inklusi sosial, integrasi sosial, dan kohesivitas sosial. Dengan sistem ini, peserta didik tidak hanya dapat bersekolah di satuan pendidikan terdekat, tetapi juga akan mendapatkan perhatian khusus bagi kelompok masyarakat kurang mampu dan daerah dengan kebutuhan spesifik.

“SPMB bukan sekadar mekanisme penerimaan, tetapi juga mencakup pembinaan, evaluasi, kurasi prestasi, serta integrasi teknologi dalam pendidikan. Kami juga menekankan istilah ‘murid’, yang lebih inklusif dan mencakup peserta didik dari berbagai jalur dan latar belakang,” jelas Mu’ti.

Pemerintah daerah memegang peran kunci dalam implementasi kebijakan ini. Dengan total 51 juta murid yang tersebar di 440 ribu satuan pendidikan di seluruh Indonesia, keberhasilan SPMB bergantung pada koordinasi antara pemerintah pusat, daerah, sekolah, serta masyarakat. Sekolah negeri hanya diperkenankan menerima murid baru sesuai dengan kuota yang telah ditetapkan, sementara data penerimaan akan dikunci satu bulan sebelum pengumuman untuk memastikan transparansi dan akurasi.

Mu’ti juga menegaskan bahwa sekolah swasta tidak akan diabaikan dalam skema ini. Siswa yang tidak tertampung di sekolah negeri akan difasilitasi untuk bersekolah di institusi swasta terakreditasi dengan bantuan dari pemerintah daerah, sesuai dengan kapasitas keuangan masing-masing daerah. Selain itu, Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) dan Program Indonesia Pintar (PIP) akan disesuaikan dengan Data Pokok Pendidikan (Dapodik), sehingga distribusi bantuan lebih tepat sasaran.

“Kami membutuhkan kerja sama semua pihak untuk memastikan keberhasilan SPMB. Ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah pusat, tetapi juga daerah, sekolah, orang tua, dan masyarakat secara keseluruhan,” pungkas Mu’ti.

Dengan kebijakan baru ini, pemerintah berharap tidak ada lagi anak Indonesia yang terhambat dalam mengakses pendidikan hanya karena sistem yang kurang fleksibel. Namun, tantangan sebenarnya kini terletak pada kesiapan implementasi di lapangan. Seberapa jauh pemerintah daerah dan sekolah siap menjalankan sistem ini? Jawaban atas pertanyaan ini akan menentukan apakah SPMB benar-benar mampu membawa perubahan yang diharapkan. (*)

Dapatkan informasi dan insight pilihan bravo13.id

Berita Terkait