
BRAVO13.ID, Tenggarong - Di balik tembok tinggi Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Tenggarong, lebih dari sekadar hukuman yang dijalani. Ada harapan yang mesti dipupuk, ada masa depan yang perlu dibimbing agar anak-anak binaan bisa kembali ke masyarakat sebagai individu yang lebih baik. Namun, tantangan dalam pembinaan mereka tidaklah mudah—minimnya sumber daya, kebutuhan rehabilitasi psikologis, serta keterbatasan program pendidikan dan keterampilan masih menjadi pekerjaan rumah besar. Kini, tanggung jawab itu berada di tangan kepemimpinan baru.
Pada Kamis (27/2/2025), estafet kepemimpinan LPKA Kelas II Tenggarong resmi berpindah dari H. Husni Thamrin, S.Ag., M.M. kepada Aulia Zulfahmi, A.Md.IP., S.H., M.H., dalam sebuah seremoni serah terima jabatan yang berlangsung di Aula Kantor Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kutai Kartanegara. Acara ini tidak hanya menandai pergantian jabatan, tetapi juga menjadi momen refleksi atas perjalanan panjang dalam membina anak-anak yang berhadapan dengan hukum.
Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Ahyani Fadianur Diani, yang hadir mewakili Bupati Kukar, mengungkapkan apresiasi atas dedikasi Husni Thamrin dalam membina anak binaan LPKA. Ia menekankan bahwa keberhasilan program pembinaan selama ini merupakan hasil kerja keras dan komitmen yang tinggi.
“Kami atas nama Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara mengucapkan terima kasih kepada Bapak Husni Thamrin atas pengabdiannya. Peran beliau dalam pembinaan dan pengawasan narapidana anak sangat berarti bagi keberhasilan program rehabilitasi di LPKA,” ujar Ahyani.
Dalam kesempatan yang sama, ia juga menyampaikan harapan besar kepada kepala LPKA yang baru, Aulia Zulfahmi, untuk meneruskan dan meningkatkan standar pembinaan di lembaga tersebut. Menurutnya, LPKA bukan sekadar tempat menjalani hukuman, tetapi menjadi wadah rehabilitasi yang dapat mengubah kehidupan anak-anak yang terjerumus dalam kesalahan.
“Pendekatan yang lebih humanis perlu dikedepankan, dengan fokus pada pembinaan mental dan spiritual. Ini menjadi langkah preventif agar mereka tidak kembali terjerumus dalam kesalahan yang sama,” lanjutnya.
Keberhasilan pembinaan di LPKA, menurut Ahyani, tidak bisa hanya bergantung pada sistem internal lembaga saja. Dibutuhkan peran serta berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, serta lembaga pendidikan dan sosial. Kolaborasi ini diperlukan agar anak binaan tidak hanya menjalani hukuman, tetapi juga mendapatkan bekal keterampilan dan pendidikan yang memadai untuk kehidupan setelah keluar dari LPKA.
“Kita perlu memperkuat kerja sama dengan berbagai instansi terkait, terutama dalam memberikan pelatihan keterampilan dan penguatan karakter. Dengan demikian, mereka memiliki kesempatan yang lebih besar untuk kembali ke masyarakat sebagai individu yang lebih baik dan produktif,” tambahnya.
Momentum serah terima jabatan ini bukan sekadar pergantian pemimpin, tetapi menjadi simbol komitmen bahwa pembinaan anak binaan bukan hanya tanggung jawab satu pihak. Dalam segala keterbatasan dan tantangan yang ada, harapan harus tetap menyala, karena setiap anak berhak mendapatkan kesempatan kedua untuk masa depan yang lebih baik. (adv)

