BRAVO13.ID, Loa Kulu - Lung Anai, desa kecil di Kecamatan Loa Kulu, Kutai Kartanegara, memiliki luas hanya 185 hektare. Namun, di balik keterbatasan itu, masyarakatnya menyimpan harapan besar. Dengan mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani kakao, mereka menghadapi tantangan regulasi lahan dan keterbatasan akses pasar. Meski begitu, asa mereka perlahan tumbuh bersama Rumah Cokelat Lung Anai, yang kini menjadi simbol perjuangan desa kecil untuk mandiri secara ekonomi.
Sabtu siang, 7 November 2024, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), Yandri Susanto, mengunjungi Rumah Cokelat Lung Anai. Kunjungan ini bukan sekadar seremonial, melainkan bentuk pengakuan pemerintah atas kerja keras masyarakat dan dukungan PT Multi Harapan Utama (MHU), yang membina desa ini melalui pendampingan intensif.
"Kami merasa ini seperti mimpi. Desa kecil kami didatangi langsung oleh Pak Menteri. Harapan kami kini terasa semakin nyata," ungkap Kepala Desa Lung Anai, Lukas Nay, dengan mata berbinar.
Dari Krisis Menuju Kebangkitan
Pada 2019, Rumah Cokelat Lung Anai mulai dibangun untuk memberdayakan petani kakao di desa tersebut. Namun, pandemi COVID-19 melumpuhkan hampir seluruh aktivitasnya. Baru pada 2023, setelah desakan dari berbagai pihak, Rumah Cokelat ini kembali bangkit, dengan dukungan dari MHU, pemerintah daerah, serta akademisi.
Di Rumah Cokelat Lung Anai, biji kakao yang sebelumnya dijual murah sebagai bahan mentah kini diolah menjadi berbagai produk bernilai tinggi, seperti cokelat batangan dan bubuk kakao. Proses hilirisasi ini tidak hanya meningkatkan pendapatan masyarakat, tetapi juga memberi peluang kerja bagi banyak warga.
"Ketika menjual biji kakao mentah, harganya hanya sekitar Rp120.000 per kilogram. Tapi, dengan diolah menjadi produk cokelat, nilainya bisa berlipat hingga Rp40.000 per batang," jelas Yandri Susanto saat meninjau proses produksi.
Namun, perjalanan ini tidak selalu mulus. Para petani menghadapi ketidakpastian karena sebagian besar lahan mereka berada di kawasan hutan yang status legalitasnya belum jelas. "Kami ini petani yang taat aturan, tetapi kami dihantui regulasi yang membuat usaha kami terbatas," ujar Lukas Nay dengan nada harap.
Yandri Susanto, yang hadir bersama sejumlah pejabat dan Presiden Direktur MHU, Margareta, berjanji akan membantu menyelesaikan persoalan tersebut. "Petani adalah penopang ekonomi bangsa. Kita akan berkoordinasi dengan kementerian terkait agar para petani di Lung Anai tidak lagi menghadapi ketidakpastian ini," tegas Yandri.
Lebih lanjut, ia mengapresiasi peran MHU dalam mendampingi desa. "Ini adalah contoh kolaborasi yang baik antara masyarakat, pemerintah, dan perusahaan. Dengan pendekatan seperti ini, potensi desa bisa digali dan dikembangkan," katanya.
Dalam kunjungan itu, Yandri juga menekankan pentingnya hilirisasi produk pertanian. "Kakao Lung Anai punya potensi besar untuk diekspor. Bayangkan, teman saya di Belanda membutuhkan 5.000 ton kakao per tahun, sementara Lung Anai baru menghasilkan sekitar tujuh ton. Ini peluang besar yang harus kita maksimalkan," ujarnya.
Di akhir kunjungannya, Yandri mengingatkan bahwa kunci keberhasilan desa adalah kolaborasi dan semangat masyarakatnya. "Jika desa bergerak, Indonesia akan maju. Rumah Cokelat Lung Anai adalah bukti bahwa dari desa kecil sekalipun, perubahan besar bisa dimulai," katanya penuh optimisme.
Hari itu, Lung Anai tidak lagi hanya menjadi titik kecil di peta Kalimantan Timur. Desa ini telah menunjukkan bahwa keterbatasan bukan alasan untuk menyerah. Di balik cokelat manis yang dihasilkan, ada perjuangan keras, kolaborasi, dan harapan yang terus mengalir, seperti cita-cita masyarakatnya untuk masa depan yang lebih baik. (*)