BRAVO13.ID, Samarinda - Di tengah derasnya arus pembangunan dan modernisasi Samarinda, Desa Budaya Pampang, sebuah permata tersembunyi di Kelurahan Sungai Siring, Kecamatan Samarinda Utara, tampak masih tertinggal. Desa yang kaya akan budaya dan pesona alam ini seolah menunggu untuk digarap lebih serius. Meski berpotensi menjadi destinasi wisata unggulan, terutama dengan tradisi dan kearifan lokal yang dimilikinya, Pampang belum menerima perhatian penuh dari pemerintah, khususnya dalam hal infrastruktur dan pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Desa yang berdiri di atas kekayaan adat budaya Dayak Kenyah ini sebenarnya menawarkan pesona yang luar biasa. Namun, potensi tersebut terkendala oleh masalah klasik: akses jalan yang tak layak. Bagi mereka yang pernah berkunjung, perjalanan menuju Pampang kerap diwarnai rasa was-was karena kondisi jalan yang rusak dan berlubang. Dalam sebuah wawancara di Gedung DPRD Samarinda pada pertengahan September, Anggota DPRD Kota Samarinda, Viktor Yuan, menyoroti masalah ini dengan penuh keprihatinan.
"Kondisi jalan menuju Desa Pampang jauh dari kata layak. Padahal, akses yang baik adalah kunci untuk mengundang wisatawan lebih banyak," kata Viktor, menyampaikan kegusarannya. Menurut Viktor, memperbaiki jalan tidak hanya sekadar membenahi infrastruktur, tetapi juga membuka gerbang bagi pengembangan ekonomi dan pariwisata desa tersebut. Baginya, membangun akses adalah langkah pertama yang krusial untuk menghidupkan kembali denyut ekonomi desa yang selama ini terabaikan.
Viktor tak hanya menyinggung soal infrastruktur. Ia juga melihat Desa Pampang sebagai tempat yang berpotensi besar untuk menciptakan pengalaman wisata budaya yang autentik. Ia membandingkan dengan Bali, di mana begitu wisatawan tiba, mereka langsung merasakan sentuhan budaya setempat, dari ornamen hingga atmosfer yang khas. “Di Pampang, kita bisa menciptakan suasana yang sama. Wisatawan yang datang harus bisa merasakan nuansa budaya sejak mereka menjejakkan kaki di desa ini,” jelas Viktor penuh harap.
Namun, visi besar tersebut masih jauh dari kenyataan. UMKM di Desa Pampang, yang seharusnya bisa menjadi motor penggerak ekonomi lokal, juga belum mendapat perhatian serius. Potensi besar dalam industri kerajinan tangan, makanan tradisional, hingga produk budaya lainnya masih terkendala oleh minimnya dukungan dan fasilitas. Viktor menyoroti hal ini dengan tegas. “UMKM di Pampang belum sejahtera. Mereka punya potensi besar, tapi pemerintah belum benar-benar melirik mereka secara serius,” ujarnya.
Melihat kondisi ini, Viktor menyadari bahwa membangun Desa Budaya Pampang tidak hanya soal memperbaiki jalan atau fasilitas, tetapi juga memoles aspek budaya dan memberdayakan masyarakat setempat. “Pembangunan di Pampang harus menonjolkan budayanya. Rehabilitasi Lamin Adat dan fasilitas lain memang sudah ada, tetapi itu belum cukup. Kita harus membuat desa ini hidup dengan budayanya, sehingga pengunjung merasakan pengalaman yang mendalam,” katanya.
Meski beberapa langkah telah diambil, Viktor menekankan pentingnya pendekatan yang lebih holistik dalam mengembangkan desa ini. Ia percaya, jika Desa Pampang benar-benar dikembangkan, dampaknya akan dirasakan tidak hanya oleh sektor pariwisata, tetapi juga perekonomian masyarakat lokal. Ia menilai, peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat dimulai dengan memberikan akses yang lebih baik bagi UMKM untuk berkembang, termasuk promosi produk-produk mereka yang berbasis budaya.
Sebagai bagian dari janjinya sebagai wakil rakyat, Viktor berkomitmen untuk membawa aspirasi warga Pampang ke meja DPRD Samarinda. Setelah penetapan Ketua DPRD periode 2024-2029, Viktor memastikan bahwa isu pengembangan Desa Budaya Pampang akan menjadi salah satu prioritas utama yang akan ia suarakan. “Saya akan segera menyampaikan masukan ini kepada pimpinan. Saya ingin Desa Pampang bisa dibenahi dan menjadi destinasi wisata yang membanggakan bagi Samarinda,” tegasnya.
Desa Budaya Pampang, dengan sejarah dan tradisinya yang kaya, menanti untuk menjadi lebih dari sekadar tempat yang dikunjungi sesekali. Dengan sentuhan yang tepat, desa ini bisa menjadi pusat pariwisata budaya yang hidup, di mana tradisi dan ekonomi bisa berjalan berdampingan. Namun, harapan besar ini tak mungkin terwujud tanpa perhatian lebih serius dari pemerintah dan dukungan masyarakat luas. (adv)