BRAVO13.ID, Samarinda - Dalam dunia politik yang sering kali penuh dengan intrik dan kompromi, muncul sebuah permohonan yang mengusung harapan untuk memberi lebih banyak kebebasan kepada para pemilih dalam Pilkada 2024. Tiga advokat, Heriyanto, Ramdansyah, dan Raziv Barokah, yang berasal dari Jakarta dan Tangerang, mengajukan permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan ini diajukan pada Jumat, 6 September 2024, dengan tujuan mengubah cara pemilihan untuk lebih mencerminkan keinginan masyarakat.
Dalam dokumen yang terdaftar di sistem MK dengan nomor registrasi 120/PUU/PAN.MK/AP3/09/2024, para advokat ini meminta agar kotak kosong ditambahkan ke dalam kertas suara di semua daerah yang mengadakan Pilkada, tidak hanya di daerah dengan calon tunggal. Heriyanto, Ramdansyah, dan Raziv mengajukan permintaan ini sebagai bentuk kritik terhadap proses pemilihan yang mereka anggap tidak sepenuhnya mewakili aspirasi rakyat. Mereka menilai Pasal 79 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar NRI 1945, karena tidak mengakomodasi kemungkinan adanya suara kosong sebagai wujud ketidakpuasan terhadap calon yang ada.
Raziv Barokah mengungkapkan ketidakpuasan yang mendalam terhadap kualitas kandidat yang diusung oleh partai politik. Dalam sebuah diskusi daring yang diselenggarakan oleh Constitutional Democracy Initiative (Consid), Raziv menyoroti bagaimana banyak partai politik mengajukan calon yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat. “Partai politik tampaknya gagal memahami kehendak rakyat. Mereka mengajukan kandidat yang mungkin tidak dikenal atau bahkan tidak diinginkan oleh warga setempat,” katanya. Raziv menyebutkan bahwa masalah ini tidak hanya terjadi di daerah dengan calon tunggal, tetapi juga di daerah-daerah lain yang memiliki lebih dari satu pasangan calon.
Menurut Raziv, kemunculan kandidat yang tidak sesuai dengan harapan rakyat menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara kepentingan partai politik dan kepentingan masyarakat. Ia merasa bahwa partai-partai politik seharusnya lebih mendengarkan suara rakyat dan mencalonkan individu yang benar-benar mewakili aspirasi masyarakat. Oleh karena itu, Raziv dan dua rekannya berpendapat bahwa menambahkan kolom kotak kosong di kertas suara dapat memberikan opsi bagi pemilih yang tidak setuju dengan pasangan kandidat yang tersedia.
Menjelang Pilkada 2024, di mana 41 daerah hanya memiliki satu pasangan calon, penambahan kotak kosong pada kertas suara diharapkan bisa menjadi alternatif bagi pemilih. Hal ini memberi mereka kesempatan untuk menyatakan ketidaksetujuan mereka secara resmi. Pemilihan ini akan berlangsung pada 27 November 2024, dan diharapkan dengan adanya kotak kosong, sistem pemilihan akan lebih reflektif terhadap kehendak rakyat. (*)